Minggu, 5 Oktober 2025

Pengusaha Pinjaman Online Akui Keberatan soal Pengaturan Besaran Maksimal Suku Bunga

AFPI mengaku keberatan jika besaran suku bunga maksimal pada platform pinjaman online (pinjol) diatur oleh regulator

Endrapta Pramudhiaz/Tribunnews.com
AFPI KEBERATAN - Sekretaris Jenderal AFPI Ronald Andi Kasim dalam konferensi pers di kawasan Pakubuwono, Jakarta Selatan, Rabu (14/5/2025). Ronald mengaku keberatan jika besaran suku bunga maksimal pada platform pinjaman online (pinjol) diatur oleh regulator. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Ronald Andi Kasim mengaku keberatan jika besaran suku bunga maksimal pada platform pinjaman online (pinjol) diatur oleh regulator.

Ronald, yang juga menjabat sebagai direksi di salah satu perusahaan pinjol, menilai pembatasan suku bunga sama saja dengan membatasi kebebasan pemberi pinjaman dalam menentukan besaran dana yang ingin mereka salurkan.

"Kalau ditanya secara pribadi, saya kan juga anggota direksi salah satu platform, saya tidak mau diatur," katanya dalam konferensi pers di kawasan Pakubuwono, Jakarta Selatan, Rabu (14/5/2025).

Baca juga: AFPI Beberkan Alasan KPPU Menduga Ada Kartel Penetapan Suku Bunga di Industri Pinjol RI

Ronald menjelaskan bahwa platform peer-to-peer (P2P) lending ini hanya sebagai perantara antara pihak yang punya uang dan yang butuh uang. Mereka bukan yang meminjamkan secara langsung.

Menurutnya, jika ada aturan pembatasan, artinya pihak platform ikut membatasi pihak pemberi pinjaman. Hal ini, kata dia, bisa merugikan usaha mereka.

"Kalau ada pembatasan artinya saya membatasi juga orang yang mau meminjamkan. Itu kan mengurangi usaha saya, jadinya ruginya di situ," jelasnya.

Selain itu, pembatasan suku bunga juga berdampak pada pemilihan pihak pemberi dana (lender).

Perusahaan harus mencari pemberi dana yang memiliki risk appetite yang rendah agar sesuai dengan batas bunga yang ditentukan.

Risk appetite adalah tingkat dan jenis risiko yang bisa diambil oleh perusahaan dalam rangka mencapai sasaran perusahaan.

"Jadi saya hanya bisa mencari lender yang risk-appetite-nya rendah juga, supaya match nih dengan borrower. Jadi kalau ditanya ke masing-masing platform pasti tidak ada satupun yang ingin diatur dari sejak kami berdiri 2017 sampai sekarang," ujar Ronald.

Meski keberatan, Ronald memahami alasan adanya pengaturan suku bunga maksimum, yaitu untuk membedakan pinjol legal dengan yang ilegal.

Pinjol ilegal kerap menetapkan bunga sangat tinggi, bahkan mencapai 4 persen per hari. Sementara itu, berdasarkan Surat Edaran OJK Nomor 19 Tahun 2023, suku bunga maksimal untuk pendanaan konsumtif dan produktif dibatasi besaran maksimalnya 0,3 persen per hari.

"Nah ini kalau kami tidak ada pengaturannya, termasuk pembatasan maksimum suku bunga tadi, ya tidak ada bedanya dengan yang ilegal," ucap Ronald.

Ia menilai peraturan mengenai pembatasan ini penting untuk diedukasi ke para platform pinjol dan masyarakat agar mereka tahu alasan di balik ini.

Ronald berharap suatu saat semua pemangku kepentingan di industri ini, dari mulai regulator hingga pelaku, bisa membasi pinjol ilegal sepenuhnya.

"Suatu saat nanti kalau seluruh pemangku kepentingan industri kita ini termasuk AFPI dan regulator itu berhasil membasmi yang namanya pinjol ilegal, saya rasa semua pihak akan dengan nyaman melepas (pembatasan maksimum suku bunga). Jadi benar-benar hukum supply demand lah. Itu mimpi kami suatu saat," katanya.

KPPU akan Gelar Sidang Dugaan Kartel Suku Bunga Pinjol

Sebagai informasi, saat ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan segera menyidangkan dugaan pelanggaran kartel suku bunga di industri pinjaman online (pinjol).

Penyidangan akan dilakukan dalam Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan dan dilaksanakan dalam waktu dekat.

KPPU menilai langkah ini menandai eskalasi serius atas temuan indikasi pengaturan bunga secara kolektif di kalangan pelaku usaha pinjaman berbasis teknologi.

Penyelidikan KPPU mengungkap adanya dugaan pelanggaran Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Dalam kasus ini, ada 97 penyelenggara layanan pinjaman online yang ditetapkan sebagai Terlapor.

Mereka diduga menetapkan plafon bunga harian tinggi secara bersama-sama melalui kesepakatan internal (eksklusif) yang dibuat asosiasi industri, yaitu Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

Baca juga: Puluhan Pinjol Bakal Disidang KPPU atas Dugaan Kartel Suku Bunga, Begini Respons AFPI

KPPU menemukan mereka menetapkan tingkat bunga pinjaman (yang meliputi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya) yang tidak boleh melebihi suku bunga flat 0,8 persen per hari, yang dihitung dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh penerima pinjaman yang kemudian besaran tersebut diubah menjadi 0,4 persen per hari pada tahun 2021.

Menurut Ketua KPPU M. Fanshurullah Asa, pihaknya menemukan adanya pengaturan bersama mengenai tingkat bunga di kalangan pelaku usaha yang tergabung dalam asosiasi selama tahun 2020 hingga 2023.

"Ini dapat membatasi ruang kompetisi dan merugikan konsumen," katanya dalam keterangan tertulis pada 29 April 2025.

Dalam melakukan penyelidikan, KPPU telah mendalami model bisnis, struktur pasar, hingga pola keterkaitan antar pelaku di industri pinjol.

Model bisnis pinjaman online di Indonesia mayoritas menggunakan pola Peer-to-Peer (P2P) Lending. Model ini menghubungkan pemberi dan penerima pinjaman melalui platform digital.

Berdasarkan regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), seluruh penyelenggara wajib terdaftar dan menjadi anggota asosiasi yang ditunjuk, yaitu AFPI. Namun, struktur pasar menunjukkan cukup tingkat konsentrasi tinggi.

Per Juli 2023, terdapat 97 penyelenggara aktif, dengan dominasi pasar terpusat pada beberapa pemain utama.

Di antaranya, KreditPintar (13 persen pangsa pasar), Asetku (11%), Modalku (9%), KrediFazz (7%), EasyCash (6%), dan AdaKami (5%). Sisanya tersebar pada pemain-pemain dengan pangsa minor.

Konsentrasi pasar diduga semakin kuat dengan adanya afiliasi kepemilikan atau hubungan mereka dengan platform e-commerce.

Berdasarkan hasil penyelidikan dan pemberkasan, KPPU melalui Rapat Komisi tanggal 25 April 2025 memutuskan untuk menaikkan kasus ini ke tahap Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan.

Agenda sidang ini bertujuan menyampaikan dan menguji validitas temuan, serta membuka ruang pembuktian lebih lanjut.

Jika terbukti melanggar, para pelaku usaha dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda hingga 50?ri keuntungan dari pelanggaran atau hingga 10?ri penjualan di pasar bersangkutan dan selama periode pelanggaran.

Saat ini, KPPU masih menggagendakan susunan Tim Majelis yang akan memeriksa dan jadwal sidang perdana perkara tersebut. 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved