Jumat, 3 Oktober 2025

Opsen Pajak Kendaraan Bermotor Dinilai Berpotensi Ganggu Perekonomian Daerah

Kebijakan pajak daerah harus disusun secara cermat agar tidak berdampak negatif terhadap dinamika perekonomian lokal.

Penulis: Sanusi
Shutterstock
PENDAPATAN PEMDA - Ilustrasi pajak kendaraan. Opsen pajak kendaraan bermotor dinilai tidak hanya dirasakan oleh masyarakat umum yang harus menanggung kenaikan beban pajak, tetapi juga oleh ekosistem industri  otomotif yang menjadi tulang punggung ekonomi daerah. 

TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Kebijakan opsi pajak kendaraan bermotor (opsen PKB), yang diatur  dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD), kembali menjadi sorotan dalam diskusi publik bertajuk “Kebijakan Opsen PKB  dan Perekonomian Daerah” yang digelar Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) pada Jumat, 25 April 2025 di Hotel Horizon Ultimate, Semarang.

Diskusi ini menjadi wadah pertukaran pandangan antara akademisi, praktisi, pemerintah pusat dan daerah, serta pelaku industri otomotif, guna merespons berbagai dampak kebijakan opsen yang mulai dirasakan di lapangan.

Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kementerian Perindustrian RI, Mahardi Tunggul Wicaksono, dalam sambutannya menekankan kebijakan pajak daerah harus disusun secara cermat agar tidak berdampak negatif terhadap dinamika perekonomian lokal.

Baca juga: Opsen Pajak Bikin Penjualan Mobil di Januari 2025 Merosot, Daihatsu: Orang Menunda Pembelian

“Jika kebijakan pajak ditetapkan secara tepat, maka akan memberikan kontribusi positif  terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Sebaliknya, jika tidak hati-hati, justru bisa menghambat geliat ekonomi, termasuk sektor industri pendukungnya,” ujarnya.

Kekhawatiran serupa juga disampaikan Direktur Eksekutif KPPOD, Herman N Suparman. Ia menegaskan bahwa dampak opsen tidak hanya dirasakan oleh masyarakat umum yang harus menanggung kenaikan beban pajak, tetapi juga oleh ekosistem industri  otomotif yang menjadi tulang punggung ekonomi daerah.

“Kami mencatat, pasca implementasi UU HKPD dan skema opsen, sebanyak 28 provinsi mengalami kenaikan tarif PKB. Ini tentu memberikan tekanan, baik bagi konsumen maupun pelaku industri. Kebijakan ini harus mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kemampuan fiskal daerah agar tidak melemahkan daya saing,” katanya.

Sementara itu, Kepala Bidang Pajak Kendaraan Bermotor Bapenda Provinsi Jawa Tengah, Danang Wicaksono, menyampaikan bahwa pihaknya telah menetapkan tarif opsen sebesar 1,05 persen dengan mempertimbangkan stabilitas keuangan daerah.

“Dalam penetapan tarif ini, kami libatkan masukan publik. Selain itu, kami juga memberikan insentif fiskal, misalnya pengurangan 70 persen PKB tahun pertama untuk kendaraan bermotor yang dimutasikan dari luar Jawa Tengah ke Jawa Tengah,” jelas Danang.

Namun, di sisi lain, hasil kajian menunjukkan adanya potensi tekanan ekonomi akibat kenaikan beban pajak tersebut. Peneliti LPEM FEB UI, Dr. Ir. Riyanto, mengungkapkan dampak opsen bisa jauh melampaui ekspektasi jika tidak diiringi implementasi yang cermat.

“Ini ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga, di Jawa Tengah bebannya naik, realitanya penjualan otomotif nasional turun dalam sepuluh tahun terakhir. Di Jawa Tengah saja, kenaikan pajak kendaraan bermotor bisa mencapai 48 persen. Itu lebih tinggi dibandingkan Thailand. Kami hitung, harga mobil baru bisa naik hingga 6,2 persen. Dengan elastisitas -1,5, penjualan mobil bisa turun 9,3 persen. Jadi ini bukan sekadar regulasi, tapi implementasi yang harus benar-benar dikawal,” ujarnya.

Lebih lanjut, Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Diponegoro, Prof Akhmad Syakir Kurnia, menegaskan bahwa dalam konteks kebijakan publik, terminologi ‘untung-rugi’ tidak seharusnya menjadi acuan utama.

“Tujuan utama pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Opsen harus dilihat sebagai insentif untuk mendorong pemerintah kabupaten/kota menerapkan prinsip perpajakan yang adil, pasti, nyaman, dan efisien,” tuturnya.

Diskusi ini juga menyerap aspirasi dari pelaku industri. Sejumlah pengusaha otomotif meminta relaksasi kebijakan opsen di Jawa Tengah, seperti yang telah dilakukan di beberapa provinsi lain, termasuk Jawa Barat.

Sekretaris I Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia) Eddy Sumedi, menuturkan bahwa opsen menjadi tambahan beban baru yang memicu persoalan baru, termasuk kekhawatiran akan turunnya penjualan otomotif nasional.

“Kami khawatir opsen ini mempengaruhi kinerja penjualan karena daya beli masyarakat juga sedang turun. Suku bunga bank pun belum turun. Harapannya, kebijakan ini bisa dievaluasi ulang agar tidak menjadi hambatan tambahan bagi industri,” pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved