Senin, 6 Oktober 2025

Trump Terapkan Tarif Timbal Balik

Perang Dagang Mereda, Trump Bakal Pangkas Tarif Impor China Jadi 65 Persen

Aksi saling lempar tarif impor antara China dan AS bermula dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengumumkan tarif resiprokal.

Pixabay/Mohamed_hassan
PERANG DAGANG - Ilustrasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang diunduh dari situs bebas royalti Pixabay pada 17 April 2025. Aksi saling lempar tarif impor antara China dan AS bermula dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengumumkan tarif resiprokal. 

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Pemerintahan Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Donald Trump tengah mempertimbangkan pemangkasan tarif impor barang-barang China.

Rencana tersebut diungkap sumber Gedung Putih dalam Wall Street Journal (WSJ), dijelaskan bahwa Trump sedang mempertimbangkan rencana untuk memangkas tarif impor China dalam upaya untuk meredakan ketegangan.

Apabila rencana tersebut direalisasikan, maka tarif impor barang-barang asal China dapat turun dari level saat ini sebesar 145 persen menjadi antara 50 persen atau 65 persen.

"Kami akan mencapai kesepakatan yang adil dengan China," kata Trump kepada wartawan pada Al Jazeera.

Baca juga: Sri Mulyani Ungkap 5 Negosiasi Pemerintah RI dengan AS Soal Tarif Resiprokal Trump, Ini Daftarnya 

Pernyataannya tersebut menyusul komentar optimistis yang disampaikan pada Selasa bahwa kesepakatan untuk menurunkan tarif adalah mungkin. 

Trump menyadari penerapan tarif impor sebesar 145 persen terhadap China sangat besar. Oleh karenanya ia mengatakan nantinya tarif impor terhadap China tidak akan sebesar 145 persen.

Merespon isu pemangkasan tarif impor yang dirilis (WSJ), Juru bicara Gedung Putih Kush Desai mengatakan laporan apa pun tentang tarif adalah spekulasi murni, kecuali jika datang langsung dari Trump. 

Sementara itu Menteri Keuangan AS Scott Bessent menolak berkomentar mengenai berita WSJ, tetapi mengatakan bahwa ia tidak akan terkejut jika tarif diturunkan.

Bessent mengatakan kedua negara melihat tarif saat ini tidak dapat dipertahankan , tetapi ia tidak tahu kapan negosiasi akan dimulai. Bessent menambahkan bahwa perlu ada de-eskalasi sebelum pembicaraan perdagangan dapat dilanjutkan.

“Saya pikir kedua pihak menunggu untuk berbicara satu sama lain,” kata Bessent.

China Tolak Tunduk

Pasca pernyataan tersebut dirilis, sejauh ini pemerintah Tiongkok belum menanggapi berita tersebut, justru mereka terus-menerus mengkritik tarif Trump.

Di platform media sosial Tiongkok, Weibo, pernyataan Trump menjadi tren dengan berbagai tagar termasuk "Trump mengakui kekalahan".

Portal berita pemerintah, China Daily, bahkan menggambarkannya sebagai "lambang proteksionisme populis agenda MAGA", dan mengganggu stabilitas perdagangan global.

Sebagai informasi, aksi saling lempar tarif impor antara China dan AS bermula dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengumumkan tarif resiprokal atau tarif timbal balik sebesar 34 persen. 

Sebagai bentuk balasan Komite Tarif Dewan Negara China turut menerapkan tarif 34 persen atas produk-produk asal AS.

Ketegangan yang semakin berlanjut akhirnya mendorong AS untuk menjatuhkan tarif 145 persen ke China.

Kendati AS menjatuhkan tarif lebih tinggi ke China, namun dalam forum itu Lin menegaskan bahwa negaranya tak akan tunduk.

“Tiongkok tidak akan peduli jika Amerika Serikat terus memainkan permainan angka tarif,” kata juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Lin Jian.

"China tidak ingin berperang dagang dengan AS, tetapi sama sekali tidak takut jika AS bersikeras memprovokasi," imbuhnya.

IMF Pangkas Pertumbuhan Ekonomi Global 

Efek perang dagang yang terus dilakukan pemerintah AS dan China, memaksa Dana Moneter Internasional (IMF) kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global 2025 menjadi 2,8 persen, turun proyeksi awal pada 2024 yang dipatok 3,3 persen.

Ini lantaran tarif impor yang tinggi dipandang mitra dagang sebagai guncangan permintaan yang memukul output dan harga  yang mengganggu perdagangan global, hingga berdampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi global.

Serangkaian tekanan ini yang mendorong IMF untuk memangkas proyeksi pertumbuhan global tahun ini menjadi ekspansi produk domestik bruto paling lambat sejak pandemi Covid-19 pada tahun 2020, jadi yang terburuk kedua sejak 2009.

 

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved