Jumat, 3 Oktober 2025

Bahlil Singgung Ada Negara Inisiator Paris Agreement Mulai Ragu-ragu, Tidak Konsisten Menjalankannya

Bukti dari komitmen Indonesia mengimplementasikan Paris Agreement disebut Bahlil tertuang dalam Asta Cita Pemerintahan Prabowo-Gibran.

Endrapta Pramudhiaz/Tribunnews
BAHLIL PARIS AGREEMENT - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia saat acara Global Hydrogen Ecosystem 2025 di Jakarta International Convention Center, Selasa (15/4/2025). Ia menyinggung ada negara yang mulai tidak komitmen menjalankan Paris Agreement. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyinggung ada negara inisiator Perjanjian Iklim Paris atau Paris Agreement yang mulai tidak komitmen dalam menjalankannya.

Negara-negara tersebut dulunya mendorong eneri baru terbarukan, tetapi kini mulai tidak konsisten dalam mengimplementasikannya.

"Sekalipun saya tahu bahwa sekarang ada negara, sebagian negara di dunia, yang mengusulkan untuk mendorong energi baru terbarukan dalam menurunkan CO2 itu mulai agaknya tidak mulai ragu-ragu gitu, mulai agak tidak konsisten," kata Bahlil dalam acara Global Hydrogen Ecosystem 2025 di Jakarta International Convention Center, Selasa (15/4/2025).

Baca juga: Hashim Djojohadikusumo Ungkap Prabowo Komitmen pada Paris Agreement

Meski ada negara yang mulai tidak konsisten mengimplementasikan Paris Agreement, ia menyatakan Indonesia tetap komitmen menjalankannya secara hati-hati.

"Saya ingin mengatakan bahwa Indonesia akan selalu berada pada bagian yang akan menjalankan komitmen itu, tetapi dengan penuh hati-hati secara mendalam," ujar Bahlil.

Bukti dari komitmen Indonesia mengimplementasikan Paris Agreement disebut Bahlil tertuang dalam Asta Cita Pemerintahan Prabowo-Gibran.

Contohnya yang tertuang dalam Asta Cita kedua, yaitu memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru.

"Itu berbicara tentang kedaulatan swasembada energi. Di dalamnya di situ ada energi hijau, energi baru terbarukan, dan hidrogen merupakan bagian daripada visi besar Bapak Presiden," ucap Bahlil.

Kepada Duta Besar Prancis yang turut hadir di lokasi, ia meminta Prancis tidak khawatir terhadap komitmen Indonesia pada Paris Agreement.

Ia pun menantang Prancis untuk bertanya kepada negara-negara yang menginisiasi Paris Agreement sudah sejauh mana komitmen mereka.

"Jadi Pak Dubes, Prancis enggak perlu meragukan tentang komitmen Indonesia. Justru saran saya, bapak tolong tanyakan kepada negara-negara yang telah menginisiasi untuk melahirkan Paris Agreement itu sejauh mana komitmen mereka karena ini Indonesia sudah sangat konsisten menjalankan. Nah ini saya harap bisa kita lakukan secara baik," kata Bahlil.

Sebagai informasi, dikutip dari laman resmi organisasi perubahan iklim PBB, UNFCCC, Perjanjian Iklim Paris adalah perjanjian internasional yang mengikat secara hukum tentang perubahan iklim.

Perjanjian ini diadopsi oleh 196 Pihak di Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP21) di Paris, Prancis, pada 12 Desember 2015. Perjanjian ini mulai berlaku pada 4 November 2016.

Tujuan utamanya adalah untuk menahan "peningkatan suhu rata-rata global jauh di bawah 2°C di atas tingkat pra-industri" dan melakukan upaya "untuk membatasi peningkatan suhu hingga 1,5°C di atas tingkat pra-industri".

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, para pemimpin dunia telah menekankan perlunya membatasi pemanasan global hingga 1,5°C pada akhir abad ini.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved