Senin, 29 September 2025

Trump Terapkan Tarif Timbal Balik

Sri Mulyani Pastikan Defisit ABPN Tidak Jebol: Jangan Khawatir

Sri Mulyani mengatakan target defisit APBN 2025 akan tetap dijaga di kisaran 2,5 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Tangkapan Layar
SARASEHAN EKONOMI - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Sarasehan Ekonomi di Menara Mandiri, Sudirman, Jakarta, Selasa (8/4/2025). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam kondisi baik. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) Indonesia tahun ini tidak akan jebol. 

Bendahara negara mengimbau masyarakat termasuk pelaku pasar untuk tidak khawatir.

"Jangan khawatir, tidak jebol APBN-nya," kata Sri Mulyani dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden Republik Indonesia di Menara Mandiri, Jakarta, Selasa (8/4/2025).

"Program Bapak Presiden ada di dalam ruang APBN yang sudah ada. Pembangunan desa, termasuk koperasi desa ada di APBN, lalu Danantara yang di-establish termasuk penggunaan dividennya itu sudah kita perhitungkan," lanjutnya.

Baca juga: Airlangga dan Sri Mulyani Sambangi Istana Lapor Soal Pembahasan APBN 2026 Kepada Presiden Prabowo

Sri Mulyani mengatakan target defisit APBN 2025 akan tetap dijaga di kisaran 2,5 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) atau sesuai Rp 616,2 triliun.

Menurutnya defisit itu akan terus terjaga dengan realisasi belanja negara sesuai target Rp 3.621,3 triliun dan pendapatan negara Rp 3.005,1 triliun.

Selain itu, Sri Mulyani berpendapat bahwa kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk menerapkan tarif baru kepada puluhan negara termasuk Indonesia, dinilai tidak memiliki dasar ekonomi.

"Tarif resiprokal yang disampaikan oleh AS terhadap 60 negara menggambarkan cara perhitungan tarif tersebut, yang saya rasa semua ekonom yang sudah belajar ekonomi tidak bisa memahami," ucap Sri Mulyani.

Sri Mulyani menilai kebijakan tarif ini lebih didasarkan pada kepentingan Trump agar perdagangan AS tidak defisit dengan negara-negara lain, dan karenanya tidak memiliki landasan ekonomi.

"Itu artinya saya tidak ingin tergantung atau beli kepada orang lain lebih banyak dari apa yang saya bisa jual kepada orang lain. It is purely transactional, tidak ada landasan ilmu ekonominya," tuturnya.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan