Industri Kimia Berpeluang Jadi Motor Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
Industri kimia merupakan sektor yang strategis dan berperan penting terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tahun 2024, kelompok sektor Industri Kimia, Farmasi dan Obat Tradisional (IKFT) mampu tumbuh sebesar 5,86 persen, melampaui pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,03 persen.
Industri kimia sendiri merupakan sektor yang strategis dan berperan penting terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Oleh karenanya, industri kimia menjadi bagian dari sektor yang mendapat prioritas pengembangan sesuai Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Baca juga: Menperin: Pembangunan Refinery Jadi Game Changer Pertumbuhan Industri Petrokimia
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Taufiek Bawazier, mengatakan sebagai sektor strategis, selama ini produksi industri kimia memenuhi kebutuhan bahan baku bagi sektor manufakturnya lain, seperti industri plastik dan industri tekstil.
"Maka dari itu pentingnya demand bahan baku kimia ini perlu diisi dari produksi dalam negeri, karena tentu akan membawa dampak positif terhadap peningkatan value added, yang juga akan berujung pada penyerapan tenaga kerja," tutur Taufiek pada acara diskusi dengan Forum Wartawan Industri (Forwin) Peluang dan Tantangan Industri Kimia sebagai Proyek Strategis Nasional dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi, Jakarta, Jumat (14/3/2025).
Baca juga: Menperin: Manufaktur Tumbuh dan Menyerap Tenaga Kerja Baru Lebih Banyak dari PHK
Taufiek melanjutkan, kinerja industri kimia memberikan andil signfikan terhadap target pemerintah dalam mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen pada lima tahun ke depan.
"Untuk mencapai sasaran tersebut, sektor IKFT yang termasuk di dalamnya ada peran industri kimia, akan memberikan kontribusi nilai tambah sebesar Rp 46,09 triliun pada tahun 2029," ungkapnya.
Tahu lalu, industri kimia juga memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan devisa. Dimana capaian nilai ekspornya menembus 17,39 miliar dolar AS.
Guna memacu kinerja industri kimia, Taufiek menyebut, Indonesia perlu menumbuhkan ekosistem sektor petrokimia dan energi yang terintegrasi, sehingga bisa lebih berdaya saing.
"Realisasi investasi industri kimia sepanjang tahun 2024 menyentuh angka Rp 65,76 triliun. Untuk mendorong investasi di sektor ini, Kemenperin melaksanakan program kebijakan fasilitasi investasi industri petrokimia seperti di Teluk Bintuni, Tanjung Enim dan Kutai Timur," ucapnya.
Satu pelaku industri kimia yang getol memperluas investasi adalah PT Chandra Asri Pacific Tbk.
Saat ini, Chandra Asri Group memiliki kompleks petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia dan mengoperasikan satu-satunya pabrik Naphtha Cracker, Styrene Monomer, Butadiene, MTBE dan Butene-1 di Indonesia.
Baca juga: Menperin Usul Produsen Turunkan Harga Mobil, Ini Kata Bos Toyota dan Pengamat Otomotif
Perusahaan telah didukung oleh aset infrastruktur inti yang meliputi fasilitas energi, air dan dermaga dan tangki, dengan pengembangan pabrik Chlor Alkali dan EDC - Ethylene Dichloride (Pabrik CA-EDC).
Direktur Legal, Hubungan Eksternal dan Ekonomi Sirkular PT Chandra Asri Pacific Tbk Edi Rivai, menyampaikan sejak 30 tahun perusahaan optimis untuk mendukung pengembangan industri petrokimia dan kimia di Indonesia.
"Chandra Asri Group melalui PT Chandra Asri Alkali (CAA) tengah membangun Pabrik CA-EDC berskala dunia dengan harapan dapat menunjang percepatan pertumbuhan industri hilir nasional, substitusi impor soda kostik untuk mendukung ambisi Indonesia sebagai salah satu penghasil nikel terbesar di dunia, sekaligus memposisikan diri dalam rantai nilai kendaraan listrik global," jelas Edi.
Pada tahun 2024, CAA telah merealisasikan investasi sebesar Rp 1,26 triliun untuk pembangunan Pabrik CA-EDC.
Adapun total rencana investasi akan mencapai Rp 15 triliun. Dimana proyek ini masuk sebagai Proyek Strategis Nasional RPJMN 2025 2029 sesuai dalam Perpres No.12/2025.
Edi menyebut, proyeksi 20 tahun ke depan terhitung sejak kuartal pertama tahun 2027 saat CAA mulai beroperasi penuh, produk soda kostik yang diimpor akan disubstitusi domestik sebesar 827.000 ton liquid per tahun atau nilainya setara Rp 4,9 triliun per tahun.
"Dikarenakan saat ini pasar EDC sudah memenuhi kebutuhan nasional, target pasar EDC dari CA-EDC adalah 100 persen ekspor. Sehingga, terdapat potensi penambahan devisa negara melalui ekspor EDC senilai Rp 5 triliun per tahun," terang Edi.
Edi optimistis, melalui proyek CA-EDC ini, Chandra Asri dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia.
"Utamanya dalam pengembangan industri kimia nasional sehingga dapat mewujudkan program Asta Cita serta mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen," imbuhnya.
Peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus, menambahkan subsektor industri yang berkaitan langsung dengan petrokimia punya kontribusi besar terhadap PDB, contohnya adalah farmasi hampir 2 persen terhadap PDB.
"Jika secara total, kontribusi sektor yang berhubungan dengan petrokimia sekitar 10 persen untuk PDB. Kalau industri petrokimia bisa mensupport industri turunannya, secara langsung mendukung subtitusi impor khususnya untuk bahan baku," ujar Heri.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia
industri kimia
pertumbuhan ekonomi
Taufiek Bawazier
Chandra Asri
SDG08-Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi
Anwar Abbas: Rakyat Butuh Fakta, Menkeu Purbaya Harus Buktikan Janji Ekonomi |
![]() |
---|
Dorong Pertumbuhan Ekonomi, Menkeu Purbaya Bakal Pindahkan Dana Rp 200 Triliun untuk Perbankan |
![]() |
---|
ESG Perusahaan Jadi Pertimbangan Investor untuk Investasi |
![]() |
---|
Kepercayaan Diri yang Berlebihan Menkeu Purbaya Bisa Bikin Ekonomi RI Karam: Ciptakan Kegaduhan |
![]() |
---|
Menteri Keuangan Purbaya Harus Visioner Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.