Minggu, 5 Oktober 2025

Setelah RI Gabung BRICS, Pemerintah Perlu Maksimalkan Kemitraan dengan Afrika Selatan dan Brasil

BRICS adalah kelompok kerjasama ekonomi baru yang diinisiasi beberapa negara seperti Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan.

Endrapta Pramudiaz/Tribunnews.com
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira. 

Sementara itu, bersama Brasil, Bhima menyebut bahwa tahun ini di situ akan diselenggarakan Konferensi Perubahan Iklim (Conference of the Parties/COP) ke-30 yang memfokuskan pembahasan pada pendanaan untuk konservasi hutan.

Baca juga: Usai Gabung BRICS, Pemerintah RI akan Belajar dengan Brasil dan Afrika Selatan Soal Energi

Indonesia bisa berkolaborasi dengan Brasil dalam pengelolaan dan pendanaan hutan.

"Nah jadi kalau mau kerja sama bareng Brasil, [Presiden] Lula da Silva, Pak Prabowo harus bicara, 'Yuk kita jaga hutan karena ada potensi pendanaan untuk konservasi hutan.' Bukan hutannya dibuka [untuk lahan baru]. Nanti diketawain sama Lula da Silva di Brasil," ucap Bhima.

Di saat yang bersamaan, Bhima mengingatkan agar Indonesia tetap menjaga hubungan bilateral dengan Amerika Serikat.

Hubungan yang kuat dengan Amerika Serikat dinilai tetap penting, terutama agar Indonesia tetap dapat memasok bahan baku untuk baterai dan kendaraan listrik, serta menjaga pasar ekspor ke Amerika.

Keuntungan Indonesia Gabung BRICS

Sebelumnya, Penasihat Khusus Presiden Urusan Energi, Purnomo Yusgiantoro bicara potensi yang bisa digali Indonesia dengan bergabung sebagai anggota BRICS.

Purnomo menekankan, meski bergabung dengan BRICS, Indonesia tetap melakukan politik bebas dan aktif.

Sebelumnya, Pemerintah Brasil mengumumkan Indonesia sebagai anggota baru BRICS pada Senin, 6 Januari 2025. Lalu apa untungnya bagi Indonesia dari sektor energi?

"Pertama Brasil. Brasil dulu itu tidak punya minyak, tapi dia bisa survive kenapa? Karena dia punya tebu banyak. Jadi yang dikembangkan itu bioethanol, sukses. Dan kita perlu belajar untuk pengembangan," ujar Purnomo di Kantor IDN, Jakarta, Kamis (16/1/2025).

Kemudian, sejak perang Rusia dengan Ukraina, bahan bakar dari Rusia tidak lagi menyuplai ke daratan benua biru. Karena itu, Rusia tengah melihat pasar baru, termasuk wilayah Asia Pasifik.

"Nah ini sedang kita bahas apa kita tangkap kesempatan ini," ucap Purnomo.

Sedangkan, menurut Purnomo, India bisa menjadi pasar untuk batu bara asal Indonesia. Lalu, Indonesia bisa menarik investasi dari China.

Kemudian, Indonesia bisa belajar dari Afrika Selatan, soal batu bara diubah menjadi sumber energi yang lebih ramah lingkungan.

"Afrika Selatan, dulu diembargo, dia cuma punya batu bara. Apa yang dia lakukan, gasifikasi batu bara, dia likuifaksi batu bara. Batu bara dibuat minyak, batu bara dibuat gas. Kita punya batu bara sampai 150 tahun, kita bisa lakukan itu, tapi ada problem," tutur Purnomo.

"Itu yang terjadi di Sumatera Selatan kemairn, batu bara sudah likuifaksi, tapi waktu diadu di market dia kalah dengan LPG karena disubsidi harga," sambungnya.

Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved