Meski demikian, Teten percaya bahwa dengan menambahkan rasa seperti cokelat, produk ini dapat diterima dengan baik.
Lebih lanjut, menurut dia ini hanyalah masalah mindset atau pola pikir. Jika orang tak diberi tahu bahwa yang diminum adalah susu ikan, rasanya tak akan dikeluhkan.
"Saya kasih orang (susu ikan), tapi tidak saya kasih tahu bahwa ini susu ikan, (saya kasih tahunya) ini susu sapi. Gimana rasanya? Sama. Ya ini susu aja. Tapi kalau begitu kita kasih nama ikan, orang langsung kan, begitu kita berpikir ikan, amis lah ini itu. Jadi mindset kita," ucap Teten.
"Jadi rasa susunya enggak terlalu penting. Tapi orang itu kalau disuplai, ada itu daya belinya. Kita enggak mungkin bisa swasembada (susu sapi). Jadi banyak lagi potensi yang kita bisa bikin," pungkasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.