Akselerasi Transisi Energi Melalui Pemanfaatan Hidrogen, Energi Rendah Karbon Bahan Bakar Masa Depan
Hidrogen diidentifikasi dapat berperan kunci dalam dekarbonisasi sektor energi, seperti: hidrogen fuel cell atau bahan bakar sintesis untuk kendaraan.
Hidrogen memang bukanlah pembawa energi primer sehingga perlu diproduksi. Produksinya bisa dilakukan melalui berbagai macam cara dan teknologi serta sumber utama seperti batu bara, gas alam, angin, matahari, dan sumber energi lainnya.
Inilah yang kemudian menjadikan hidrogen dapat diklasifikasikan dan biasanya berdasarkan proses produksi, sumber energi dan emisi yang dihasilkan.
Mengutip National Grid, klasifikasi umum yang sering digunakan saat ini adalah berdasarkan sumber energi yang dikategorikan berdasarkan warna, yakni hijau, biru, abu-abu, merah muda, cokelat.
Warna cokelat apabila diproduksi dengan menggunakan sumber energi batu bara sebagai bahan baku melalui proses gasifikasi. Ini adalah cara membuat hidrogen yang paling merusak lingkungan.
Hidrogen abu-abu apabila sumber energinya melalui pembakaran gas alam tanpa Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) dan warna biru dengan cara yang sama namun dengan dilakukan CCUS atau penangkapan karbon.
Hidrogen merah jambu, dihasilkan melalui elektrolisis yang ditenagai energi nuklir dan tidak menghasilkan emisi. Bisa juga dirujuk sebagai hidrogen ungu atau hidrogen merah.
Lalu hidrogen hijau apabila produksinya menggunakan sumber energi terbarukan seperti angin, matahari atau air dengan cara elektrolisis.
Hidrogen hijau atau green hydrogen adalah yang paling baik karena tidak meninggalkan residu di udara atau menambah emisi karbon gas rumah kaca baik dalam penggunaannya atau proses produksinya.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan, peresmian GHP ini merupakan buah komitmen PLN dalam mendukung upaya pemerintah dalam melakukan transisi energi.
Salah satu kegunaan hidrogen adalah untuk bahan bakar transportasi. Menurutnya, era masa depan transportasi tak hanya bergerak ke arah listrik namun juga ke arah hidrogen dan green hydrogen akan menjadi energi alternatif.
PLN sebagai salah satu key player dalam transisi energi pun terus berpacu dalam menyediakan energi bersih bagi masyarakat.
“Ini merupakan wujud nyata dari kolaborasi bersama Kementerian ESDM dan BRIN. Karya Inovasi ini kami lakukan dalam menjawab transisi energi," kata Darmawan Prasojo saat meresmikan 21 GHP pada November lalu.
Dikatakannya, pembangkit-pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) atau pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PLN sebenarnya sudah memiliki hydrogen plant dengan electrolyzer.
Alat tersebut digunakan untuk memproduksi hidrogen yang digunakan untuk mendinginkan generator pembangkit listrik.
Kini, melalui inovasi pemanfaatan solar PV hingga Renewable Energy Certificate (REC), hidrogen yang dihasilkan mampu dikembangkan menjadi green hydrogen dan turut berperan dalam penurunan emisi karbon hingga lebih dari 8 ribu ton CO2/tahun.
"Memaksimalkan existing facility yang ada di pembangkit-pembangkit thermal kami, kemudian kami lakukan inovasi dengan memanfaatkan 100 persen EBT menjadi green hydrogen,” tegas Darmawan.
Seluruh hidrogen yang dihasilkan bersumber dari pengembangan EBT yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan total kapasitas 4.644 kWp atau setara dengan 6.780 MWh/tahun, dan juga menerapkan REC sebesar 9.535 MWh/tahun.
Dari 21 unit hydrogen plant tersebut dapat menghasilkan 199 ton per tahun, namun hanya 75 ton per tahun yang digunakan untuk kebutuhan pendinginan generator pembangkit listrik.
Dengan demikian, sisanya sebesar 124 ton bisa digunakan untuk kebutuhan berbagai industri, cofiring pembangkit hingga hydrogen refuelling station kendaraan listrik.
Sebagai gambaran, dengan kapasitas produksi tersebut bisa menyuplai sebanyak 424 mobil menempuh jarak 100 km setiap hari dalam setahun.
Membangun Ekosistem Hidrogen
Sementara itu, Yudo Dwinanda Priaadi mengatakan green hydrogen merupakan bahan bakar masa depan. Penggunaan hidrogen hijau sebagai bahan bakar alternatif akan dibutuhkan banyak industri.
“PLN miliki cara paling cepat untuk menghasilkan green hydrogen. Kami awalnya berpikir untuk bisa menghasilkan hidrogen hijau ini akan butuh waktu yang lama, memakai panas bumi, solar panel. Ternyata inovasi yang dilakukan oleh PLN mampu mempercepat produksi green hydrogen di Indonesia,” ucap Yudo saat turut meresmikan GHP pertama Oktober lalu.
Dikatakannya, langkah akseleratif PLN dalam membuat GHP menjadi bukti dan penguat dari peta jalan strategi hidrogen nasional.
“Alhamdulillah PLN sudah mendahului strategi ini. Sebelum bukunya keluar, sudah ada buktinya dulu,” ujar Yudo.
Indonesia sendiri, sambung Yudo, memiliki peluang besar dalam pengembangan hidrogen hijau. Sudah ada minat dari negara tetangga, bahkan telah menyatakan kebutuhan hidrogen hijau dan akan menyerap produksi dari Indonesia.
“Nantinya pengembangan harus terus dilakukan seperti membangun storage-nya. Kebutuhan atas hidrogen hijau akan terus berkembang,” ujar Yudo.
Untuk mengembangkan rantai pasok green hydrogen di Indonesia, PLN juga tengah mengembangkan infrastruktur hydrogen refueling station (HRS) yang nantinya akan digunakan untuk pengisian daya FCEV (Fuel Cell Electric Vehicle).
Saat ini sedang disiapkan HRS sebagai pilot project di daerah Senayan, Jakarta. Nantinya, ini akan menjadi hydrogen refueling station pertama di Indonesia.
Diharapkan, dengan adanya HRS itu juga akan meningkatkan minat masyarakat untuk beralih ke kendaraan ramah lingkungan yaitu mobil hidrogen.
Sementara itu, Periset Ahli Utama, BRIN, Eniya Listiani Dewi mengatakan, ekosistem pengembangan green hydrogen di tanah air memang harus segera dibentuk.
Eniya menilai potensinya sangat besar karena juga berpeluang masuk pada rantai pasok hidrogen dunia.
“PLN sudah punya banyak lokasi (GHP) dan kemitraannya juga sudah terbangun. Kita bisa membuat (hydrogen refueling station) dari Jakarta sampai ke arah Patimban, karena di sana ada greenport dan potensi ini bisa menghadirkan hydrogen highway,” ungkapnya.
Eniya juga secara khusus mengapresiasi langkah PLN yang akan membangun HRS pertama untuk kebutuhan transportasi.
Upaya strategis ini memiliki potensi besar untuk menarik masyarakat semakin terlibat dalam peralihan ke energi ramah lingkungan.
“Nah, ke depan hidrogen untuk transportasi ini kalau di tahun 2060 permintaannya itu tertinggi, bukan hanya di industri. Transportasi itu 10 kali lebih banyak demand-nya,” kata Eniya.
Hal senada juga disampaikan Vice President Director PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Bob Azam, sebagai salah satu manufaktur kendaraan terbesar di Indonesia.
Bob menilai dengan hadirnya hidrogen hijau produksi dari PLN membangun optimisme pengembangan ekosistem hidrogen di Indonesia.
“Selamat kepada PLN yang telah menghadirkan Green Hydrogen Plant pertama di Indonesia. Ini dapat menjadi bagian penting dalam terciptanya ekosistem hidrogen di Indonesia untuk mengurangi emisi melalui beragam cara (multipathway), khususnya menghadirkan industri dan mobilitas rendah emisi,” kata Bob.
Meningkatkan Produksi Green Hydrogen
Saat ini terdapat 21 unit pembangkit milik PT PLN (Persero) yang memiliki hydrogen plant yaitu 12 unit dari PLN Indonesia Power, 8 unit PLN Nusantara Power dan 1 unit UIKJTB.
Darmawan Prasodjo mengatakan pihaknya akan terus melakukan inovasi untuk meningkatkan skala produksi hidrogen hijau.
Pihaknya siap berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk mengembangkan teknologi ini, agar dapat mendorong hidrogen hijau ini berkembang di Indonesia.
Ke depan, PLN terus mengembangkan GHP di 15 pembangkit lain milik PLN. Dari total tersebut diperkirakan memiliki potensi kapasitas hidrogen mencapai 222 ton per tahun.
PLN bertekad menjadi menjadi pionir dalam pembentukan ekosistem green hydrogen. PLN ingin menjadi key player dalam penyediaan hidrogen hijau untuk berbagai kebutuhan, khususnya untuk kendaraan berbahan bakar hidrogen.
"Kita bangun kolaborasi dengan BRIN untuk membangun Hydrogen Refueling Station (HRS) di ratusan titik di Indonesia. Sehingga 'pom green hydrogen' jumlahnya akan menyaingi pom bensin."
"Kita akan gantikan seluruh genset berbasis BBM yang ada di mal-mal, perkantoran, bandara, dll. Kita gantikan dengan fuel cell generator berbasis green hydrogen. Yang jauh lebih ramah lingkungan," jelas Darmawan. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.