Melihat Potensi Perdagangan Karbon di Tengah Isu Pemanasan Global, Ini Pandangan Ekonom
Meski ekspansi di luar panas bumi menarik tetapi potensi panas bumi juga patut diperhitungkan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah menggencarkan transisi energi bersih di tengah isu pemanasan global, bahkan kini telah dibentuk bursa karbon.
Perdagangan karbon pun ke depan dinilai memiliki kinerja positif dan perusahaan yang ikut di dalamnya, satu di antaranya PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO).
Berdasarkan laporan keuangan per 30 September 2023, PGEO berhasil membukukan pendapatan usaha sebesar US$ 308,92 juta, mencatat kenaikan sebesar 7,49 persen dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat sebesar US$ 287,39 juta.
Baca juga: Bursa Karbon Bukukan Nilai Transaksi Rp 29,45 Miliar Selama Satu Bulan
Pendapatan tersebut didorong oleh penjualan uap dan listrik kepada PT Indonesia Power, dengan PGE Area Kamojang menjadi penyumbang terbesar sebesar US$ 109,6 juta, diikuti oleh PGE Area Ulubelu sebesar US$ 86,1 juta.
Meskipun pendapatan meningkat, beban pokok pendapatan PGEO juga mengalami kenaikan sebesar 3,11% menjadi US$ 126,21 juta dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 122,40 juta.
Myrdal Gunarto, Staf Bidang Ekonomi, Industri, dan Global Market Maybank Indonesia, melihat potensi PGEO untuk melakukan ekspansi bisnis di luar geothermal, khususnya dalam bidang green hydrogen dan green ammonia.
"PGEO dapat mendukung program hilirisasi pemerintah dan menjadi perusahaan futuristik," ujar Myrdal dikutip dari Kontan, Kamis (23/11/2023).
Dalam pandangannya, ekspansi bisnis melalui pemberian pinjaman dengan tenor menengah panjang merupakan langkah yang baik, mengingat aset PGEO yang cukup besar memberikan ruang untuk pertumbuhan lebih lanjut.
Meski ekspansi di luar panas bumi menarik, Myrdal menekankan bahwa potensi panas bumi juga patut diperhitungkan.
Untuk meningkatkan kredibilitasnya di bursa karbon Indonesia, Myrdal memberikan saran strategis kepada PGEO.
Pertama, PGEO disarankan untuk memfokuskan diri pada bisnis energi baru terbarukan (EBT).
Kedua, perusahaan perlu memaksimalkan produk sekunder seperti green hydrogen, green ammonia, dan silika.
Selain itu, perluasan pasar ke luar negeri dianggap sebagai langkah yang positif, dengan PGEO telah memulai ekspansi global ke Kenya dan Turki.
Dengan menerapkan strategi ini, Myrdal meyakini bahwa kepercayaan pasar terhadap PGEO akan semakin besar.
Terlebih lagi, prestasi PGEO yang baru-baru ini meraih skor ESG 8.4 dari Sustainalytics menjadi sinyal positif bagi kemajuan bisnis PGEO di masa depan. (Noverius Laoli/Kontan)
Sumber: Kontan
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia
Eddy Soeparno: Indonesia Siap Jadi Hub CCS-CCUS Asia lewat Kolaborasi Lintas Sektor |
![]() |
---|
Indonesia Mulai Babak Baru Energi Bersih: Hidrogen Hijau di Ulubelu |
![]() |
---|
Pertamina Berdayakan Masyarakat dalam Pengembangan Energi Hijau di Ulubelu |
![]() |
---|
Dukung Transisi Energi, Pertamina Bangun Pilot Plant Green Hydrogen di Ulubelu |
![]() |
---|
Biomassa Jadi Pilar Transisi Energi, Aspebindo dan PLN EPI Perkuat Kolaborasi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.