Anggota Komisi VII DPR: IPO PGE Bukan Mengganti Kepemilikan kepada Pihak Asing
IPO dinilai upaya mendapatkan pendanaan yang lebih murah tanpa membebani APBN, dan bahkan tidak memiliki kewajiban membayar pinjaman.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR Mukhtarudin menilai positif proses penawaran perdana saham atau initial public offering (IPO) PT Pertamina Geothermal Energy.
Menurutnya, IPO merupakan upaya mendapatkan pendanaan yang lebih murah, tanpa membebani APBN, dan bahkan tidak memiliki kewajiban membayar pinjaman.
Dan terpenting, lanjut Mukhtarudin, IPO PGE sama sekali bukan upaya privatisasi dan mengganti kepemilikan dari Pertamina kepada swasta atau asing.
Baca juga: Nusantara Sawit Buka Harga IPO di Rp 122 hingga Rp 190 Per Saham, Incar Rp 677 Miliar
“Siapa bilang IPO PT Pertamina Geothermal Energy merupakan privatisasi? Siapa bilang berganti kepemilikan? Berdasarkan pengawasan kami di Komisi VII, kami tegaskan, sama sekali tidak,” kata Mukhtarudin kepada media hari ini.
Menurut Mukhtarudin, jumlah saham yang dilepas kepada investor sangat kecil, hanya 25 persen.
Dengan demikian, kendali kebijakan perusahaan tetap berada di bawah Pertamina.
“Kami di Komisi VII terus memantau proses tersebut. Hendaknya publik tidak terhasut atau terprovokasi dengan berbagai pendapat yang tidak bisa dipertanggungjawabkan tersebut,” kata dia.
Sebaliknya, lanjut Mukhtarudin, justru banyak manfaat diperoleh melalui IPO.
Melalui pendanaan lewat IPO, PGE semakin lincah dan leluasa mengembangkan bisnis.
Kondisi ini penting, sejalan dengan rencana pemerintah untuk menambah pasokan kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sebesar 7 GW pada 2030.
Karena seperti diketahui, saat ini PGE mengoperasikan 672 MW secara Own Operation dan 1205 MW melalui Joint Operation Contract (JOC).
Padahal, PGE menargetkan dapat meningkatkan kapasitas terpasang yang dikelola langsung PGE menjadi 1.272MW pada 2027. “Lewat pendanaan IPO itulah, PGE akan leluasa berinvestasi,” ujarnya.
Pendanaan melalui IPO, menurut Mukhtarudin memang sangat dibutuhkan. Pasalnya, investasi geothermal memang butuh dana cukup besar.
“Contohnya sekarang, untuk mengembangkan 100 MW, PGE membutuhkan USD500 juta,” kata Mukhtarudin.
Memang, PGE bisa memperoleh dana dari lembaga pinjaman berbunga murah. Tetapi jangan lupa, bahwa perusahaan wajib membayar pinjaman setiap tahun. “Beda kan dengan IPO? Melalui IPO, untung atau rugi bisa di-share ke pemegang saham,” jelasnya.
Rosan Targetkan Penambahan Saham Freeport 12 Persen |
![]() |
---|
5 Pilihan Aplikasi Saham Terpercaya di Indonesia 2025 |
![]() |
---|
Dana Nasabah Sekuritas Rp 70 Miliar yang Disimpan di Bank Dibobol, Ini Penjelasan Manajemen BCA |
![]() |
---|
Harga Saham BBCA Menguat 2 Hari Beruntun Pasca Public Expose, Sudah Tembus Level Rp 8.000 |
![]() |
---|
Jakarta Institute: DPRD DKI Jangan Ragu Setujui IPO PAM Jaya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.