Larangan Jual Rokok Batangan
Alasan Pemerintah Larang Pedagang Jual Rokok Batangan, Berikut Pro dan Kontranya
Larangan tersebut bakal dituangkan dalam bentuk Peraturan Pemerintah(PP) yang bakal disusun pada tahun 2023 mendatang.
“Ya itu kan untuk menjaga kesehatan masyarakat kita semuanya,” kata Jokowi.
Baca juga: Pengusaha Awasi Penjualan Rokok ke Anak-anak, Bakal Gandeng Bea Cukai
Jokowi mengatakan, negara-negara lain pun bahkan sudah menerapkan larangan penjualan rokok secara keseluruhan.
Namun demikian, untuk Indonesia, pelarangan baru berlaku untuk penjualan rokok secara batangan.
“Di beberapa negara justru sudah dilarang tidak boleh, kita kan masih tapi untuk yang batangan tidak (boleh dijual,” ujar Jokowi.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi mengatakan larangan penjualan rokok ketengan untuk menekan tingkat
perokok remaja yang terus meningkat.
“Semua ini (untuk) menurunkan upaya merokok pada usia 10-18 tahun yang terus meningkat,” kata Nadia.
Kata Nadia prevalensi merokok pada remaja usia 10-18 tahun terus meningkat.
Saat ini, terjadi peningkatan sebesar 9 persen dan diperkirakan akan kembali meningkat sebesar 15 persen pada tahun 2024. Remaja usia 10-18 tahun ini banyak membeli rokok ketengan.
Berdasarkan penjelasan Nadia, sebanyak 71 persen remaja membeli rokok ketengan. Saat membeli pun, mayoritas tidak ada larangan untuk membeli rokok ketengan.
“78 persen terdapat penjualan rokok di sekitar sekolah dan mencantumkan harga (jual)
Ketengan,” ujar Nadia.
Nadia menyebut, upaya pengendalian zat tembakau melibatkan
lintas sektor.
Nantinya, revisi PP akan meliputi pelarangan penjualan rokok batangan; pelarangan iklan, promosi, sponsorship produk tembakau di media teknologi informasi; dan penegakan penindakan.
Kemudian, pengawasan iklan, promosi, sponsorship produk tembakau di media penyiaran, media dalam dan luar ruang, dan media teknologi informasi; ketentuan mengenai rokok elektrik; dan penambahan luas persentase gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada kemasan produk tembakau.
“Juga termasuk kebijakan fiskal terkait kenaikan cukai rokok,” jelas Nadia.
Saat ini kata Nadia, persentase gambar dan tulisan peringatan kesehatan pada kemasan produk rokok mencapai 40 persen. Sedangkan di luar negeri, luas peringatan mencapai 80 persen.