Selasa, 7 Oktober 2025

Industri Rokok Elektrik Tertekan, UMKM Paling Rentan Hadapi Perlambatan

Industri rokok elektrik di Indonesia tengah menghadapi tekanan berat akibat perlambatan pertumbuhan, penurunan daya beli masyarakat

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Sanusi
freepik
INDUSTRI ROKOK ELEKTRIK TERTEKAN - Industri rokok elektrik (REL) di Indonesia tengah menghadapi tekanan berat akibat perlambatan pertumbuhan, penurunan daya beli masyarakat, dan maraknya peredaran produk ilegal. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Industri rokok elektrik (REL) di Indonesia tengah menghadapi tekanan berat akibat perlambatan pertumbuhan, penurunan daya beli masyarakat, dan maraknya peredaran produk ilegal. 

Kondisi ini dinilai mengancam keberlangsungan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang mendominasi sektor tersebut.

Baca juga: Penyerapan Tenaga Kerja di Industri Rokok Elektrik Diproyeksi Mencapai 280 Ribu Orang pada 2030

Ketua Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Budiyanto, menyatakan tren perlambatan industri REL sudah terlihat sejak awal 2025. “Perlambatan tersebut kami lihat karena menurunnya daya beli masyarakat serta fenomena rokok ilegal yang semakin marak,” ujarnya, Senin (6/10/2025).

Data APVI menunjukkan ribuan unit UMKM terlibat dalam ekosistem industri REL, mulai dari produksi liquid dan perangkat hingga distribusi melalui jaringan toko ritel. Sektor ini juga menyerap tenaga kerja antara 100.000 hingga 150.000 orang di berbagai daerah.

Ketua Bidang Humas APVI, Filusif Fariq Vernanda, menegaskan bahwa UMKM menjadi pihak paling rentan terdampak. “Jika UMKM kesulitan bertahan, maka bukan hanya sektor usaha yang terpukul, tetapi juga kesejahteraan puluhan ribu pekerja yang menggantungkan hidup di dalamnya,” katanya.

Baca juga: 3 Alasan Rokok Elektrik Digemari Kaum Muda di Indonesia, Padahal Berbahaya untuk Kesehatan

Fariq memperkirakan perlambatan akan berlanjut hingga akhir tahun, kecuali ada intervensi kebijakan yang memberikan ruang bagi pelaku usaha kecil. Ia juga menyoroti ancaman dari produk ilegal yang dijual lebih murah karena tidak membayar cukai dan tidak memenuhi standar mutu.

“Karena itu, akses masyarakat terhadap produk REL yang legal, terjamin mutu, dan diawasi pemerintah harus tetap dijaga,” tegasnya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of

asia sustainability impact consortium

Follow our mission at www.esgpositiveimpactconsortium.asia

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved