Minggu, 5 Oktober 2025

UU Cipta Kerja

Dari Menaker hingga Menkopolhukam, Menteri Jokowi Luruskan Kabar Miring soal UU Cipta Kerja

pemerintah menegaskan tidak memiliki opsi menerbitkan Perppu untuk membatalkan UU cipta Kerja

Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Aparat Kepolisian bersitegang dengan pendemo di kawasan Harmoni, Jakarta, Kamis (8/10/2020). Demonstrasi menolak UU Cipta Kerja berlangsung ricuh. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pada Rabu (8/10/2020), ribuan buruh menggelar aksi unjuk rasa untuk menolak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja di Istana Negaa, Jakarta.

Tuntutan mereka adalah agar Presiden Joko Widodo membatalkan aturan yang sudah disahkan DPR RI melalui rapat paripurna pada Senin (5/10/2020) lalu.

"Kami meminta Pak Jokowi membatalkan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Jadi aspirasi kami ini sebagai pihak yang harus didengarkan," ujar Wakil Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Jumisih saat dihubungi Kompas.com, Kamis (8/10/2020).

Baca: Mulai Hari Ini Tak Ada Lagi Aksi Buruh Tolak Undang-Undang Cipta Kerja

Mengutip Kompas.com, mereka melakukan penolakan lantaran banyak aturan yang termakhtub di UU Cipta Kerja yang dinilai akan merampas hak buruh dan masyarakat.

Misalnya, semakin masifnya pemberlakukan kerja kontrak sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 59 UU Cipta Kerja.

Baca: 35 Investor Asing Tak Setuju UU Cipta Kerja, Tidak Pernah Investasi di RI hingga Baca Draf UU Lama

Menanggapi tuntutan itu, masih mengutip Kompas.com, pemerintah menegaskan tidak memiliki opsi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian mempersilakan pihak-pihak yang menolak UU Cipta Kerja untuk mengajukan uji materil atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Baca: Demonstrasi Tolak UU Cipta Kerja Rusuh di Sejumlah Kota, Bagaimana Nasib Investasi di RI?

"Tidak ada pilihan Perppu. Pemerintah menghargai masukan dari serikat buruh. Menghargai bahwa demo-demo yang dilangsungkan beberapa hari ini berjalan dengan damai, dan berdasarkan protokol kesehatan," kata Donny saat dihubungi, Kamis (8/10).

Di sisi lain, menteri-menteri Jokowi pun gencar memberikan penjelasan mengenai UU Cipta Kerja, terutama poin-poin yang menjadi keberatan masyarakat. Misalnya saja: pemerintah menyediakan karpet merah bagi tenaga kerja asing, penghapusan upah minimum, penghapusan cuti, hingga dihilangkannya ketentuan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).

Berikut penjelasan para menteri:

1. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah

Menaker Ida usai melakukan kegiatan Senam Pekerja Sehat (SPS) di halaman kantor pengelola kawasan Karawang International Industrial City (KIIC), di Karawang, Jawa Barat, Rabu (29/7/2020).
Menaker Ida usai melakukan kegiatan Senam Pekerja Sehat (SPS) di halaman kantor pengelola kawasan Karawang International Industrial City (KIIC), di Karawang, Jawa Barat, Rabu (29/7/2020). (Humas Kemnaker)


Menaker menerangkan, terkait poin tenaga kerja asing (TKA), dalam Undang-Undang Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan, nantinya TKA yang diperkerjakan di Indonesia hanya diperuntukkan bagi jabatan dan waktu tertentu saja.

Ida menjelaskan TKA yang dipekerjakan juga wajib memiliki kompetensi sesuai jabatan yang akan ditempati. Tidak semua jabatan akan ditempati oleh TKA ditegaskan Ida.

Ida menepis bahwa dengan adanya UU Cipta Kerja akan memberikan karpet merah kepada TKA yang diperkerjakan di Indonesia.

"Jadi tidak semua jabatan bisa ditempati oleh TKA hanya jabatan tertentu dan waktu tertentu. Jadi saya jelaskan menepis bahwa RUU Cipta kerja ini memberikan kelonggaran kepada TKA, jadi jelas di sini bahwa hanya jabatan tertentu dan waktu tertentu," tegas Ida saat Diskusi Virtual Sosialisasi RUU Cipta Kerja klaster Ketenagakerjaan pada Kamis (8/10).

Halaman
123
Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda

BizzInsight

AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved