Sandang Status Decacorn Pertama Indonesia, Valuasi Go-Jek Melebihi Angka Rp 14 Triliun
Startup ojek online, Go-Jek, kini menyandang status decacorn. Go-Jek sebagai startup pertama asal Indonesia yang naik kelas menyandang status decacorn
Adapun istilah unicorn disematkan bagi perusahaan rintisan (startup) yang memiliki valuasi lebih dari satu miliar dolar AS atau jika dikonversi ke rupiah saat ini, nilainya mencapai Rp 14,1 triliun.
Istilah ini pertama kali muncul sekitar tahun 2013 lalu yang ditulis secara publik oleh Aileen Lee, seorang pemodal ventura dari Cowboy Ventures.
Lee menggunakan istilah itu dalam sebuah artikel yang diterbitkan Tech Crunch dengan judul "Welcome to the Unicorn Club: Learning From Billion-Dollar Startups".
Sejak saat itu, "unicorn" menjadi kosa kata baru di bidang investor publik dan swasta, pengusaha, dan siapapun mereka yang bekerja di industri teknologi.
Mengapa harus unicorn, mitos seekor kuda bertanduk satu, yang sebagian besar orang tidak percaya mereka ada, sedangkan valuasi perusahaan itu riil terhitung angka dan nyata?
Lee menganggap istilah unicorn mampu menggambarkan obsesi magis para startup yang berburu valuasi hingga miliaran dolar AS.
Ditambah kala itu, masih sedikit perusahaan rintisan yang memiliki valuasi 1 miliar dolar AS.
Sumbang Rp 44,2 Triliun
Sebelumnya diberitakan, perusahaan penyedia ojek online, Go-Jek disebut memberikan kontribusi sebesar Rp 44,2 triliun untuk perekonomian Indonesia selama 2018 lalu.
Hal ini disimpulkan riset Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) dalam acara pemaparannya di Jakarta.
Menurut Wakil Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI), Paksi Walandouw, sumbangan Go-Jek yang paling besar berasal dari layanan antar makanan Go-Food.
Kontribusi dari Go-Food mencapai angka Rp 18 triliun selama 2018 lalu.
Sementara layanan utama Gojek yakni Go-Ride memberi kontribusi terbesar kedua dengan angka 16,5 triliun.
Menurut Paksi Walandouw, angka kontribusi tersebut dihitung dari selisih pendapatan mitra (driver) sebelum dan setelah bergabung dengan Go-Jek.
Rinciannya adalah 18 triliun dihasilkan dari mitra Go-Food, 16,5 triliun dari Go-Ride, 8,5 triliun dari Go-Car dan 1,2 triliun dari Go-Life.
"Kami melakukan penelitian ini untuk melihat dampak perkembangan teknologi terhadap perekonomian, khususnya Go-Jek. Kontribusi ini juga menunjukkan bahwa teknologi mampu mempercepat ekonomi digital," kata Paksi Walandouw.
Paksi Walandouw menambahkan, khusus untuk mitra Go-Food, kontribusinya pada tahun 2018 lalu meningkat tiga kali lipat dibanding 2017.