Kebijakan Relaksasi Ekspor Berdampak Terhadap Program Hilirisasi Tambang
IRESS pun ikut bergabung mengajukan gugatan uji materiil bersama Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) atas peraturan-peraturan tersebut ke Mahkamah Agung
Marwan menambahkan, dengan terbitnya PP No.1/2017, waktu relaksasi yang diberikan guna menunggu terbangunnya smelter lebih lama, yakni 5 tahun.
Memang dalam peraturan-peraturan baru tersebut diatur juga sistem monitoring dan sanksi yang lebih ketat dibanding sebelumnya.
"Namun melihat sikap pemerintahan Jokowi yang “kompromistis”, sebaiknya rakyat tidak perlu berharap terlalu banyak akan adanya perbaikan," katanya.
Kebijakan relaksasi ekspor konsentrat pun telah memberikan sinyal yang buruk bagi investasi pembangunan smelter atau bahkan bagi iklim investasi secara keseluruhan.
Pemerintah yang demikian proaktif menarik minat investor berinvestasi dengan mengefisienkan sistem perizinan melalui BKPM, justru pada saat yang sama, dengan menerbitkan PP No.1/2017, pemerintah pula yang mendemonstrasikan ketidakpastian hukum. Tak heran jika minat investasi smelter akhir-akhir ini menjadi berkurang.
Selain itu, dengan relaksasi pemerintah juga telah mengkhianati komitmen yang dibuat dengan para kontraktor yang telah melakukan investasi pembangunan smelter dalam 2-3 tahun terakhir.
Kebijakan relaksasi antara lain menjadikan peta dan volume ekspor-impor konsentrat berubah, harga komoditas turun dan kelayakan investasi smelter pun ikut terganggu. Faktanya, dari 12 smelter bauksit/nikel yang direncanakan dibangun pada 2015, ternyata yang terealisasi hanya 5 smelter; atau dari 4 yang direncanakan pada 2016, hanya 2 smelter yang terealisasi.
Ada sekitar 11 smelter yang berhenti beroperasi karena merugi akibat relaksasi, yakni PT Karyatama Konawe Utara, PT Macika Mineral Industri, PT Bintang Smelter Indonesia, PT Huadi Nickel, PT Titan Mineral, PT COR Industri, PT Megah Surya, PT Blackspace, PT Wan Xiang, PT Jinchuan, dan PT Transon.
Di sisi lain, sekitar 12 perusahaan smelter nikel yang merugi akibat jatuhnya harga, yaitu PT Fajar Bhakti, PT Kinlin Nickel, PT Century, PT Cahaya Modern, PT Gebe Industri, PT Tsingshan (SMI), PT Guang Ching, PT Cahaya Modern, PT Heng Tai Yuan, PT Virtue Dragon, PT Indoferro, dan pemain lama, PT Vale Indonesia Tbk.
Dalam periode waktu memerintah yang tinggal sekitar 2 tahun dan sudah dimulainya persiapan untuk mengikuti Pilpres 2019, kita tidak yakin akan ada perubahan sikap yang mendasar dari pemerintahan Jokowi.
Yang lebih prospektif terjadi adalah sikap kompromistis, terutama dalam rangka memperoleh dukungan politis dan logistik guna memenagkan pemilu.
Karena itu, tampaknya kebijakan hilirisasi akan sulit terwujud dan prospek negosiasi dengan Freeport pun kelihatannya akan lebih suram.
Terlepas dari sikap skeptis di atas, IRESS berharap KMS memenangkan gugatan di MA, sehingga ekspor konsentrat dapat dihentikan.
Namun IRESS pun menganggap penting untuk mengingatkan pemerintah agar bersikap sesuai konstitusi dan mengutamakan kepentingan negara.
Amanat konstitusi dan rakyat tidak boleh dikorbankan atas alasan apapun. Jangan ada negoasiasi dan kompromi dalam ruang-ruang gelap minus transparansi, apalagi ketundukan kepada asing dan para pemburu rente.