Kebijakan Relaksasi Ekspor Berdampak Terhadap Program Hilirisasi Tambang
IRESS pun ikut bergabung mengajukan gugatan uji materiil bersama Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) atas peraturan-peraturan tersebut ke Mahkamah Agung
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Relaksasi ekspor konsentrat dan mineral mentah kadar rendah yang dilakukan pemerintah melanggar ketentuan UU Minerba No 4 tahun 2009 sehingga pantas untuk dibatalkan.
Dampak atas relaksasi ekspor tersebut juga tengah dirasakan kalangan industri yang sejatinya telah konsisten mengimplementasikan kebijakan hilirisasi mineral dengan membangun smelter.
Beberapa smelter bahkan terancam gulung tikar dan rencana investasi ke depan menjadi tidak menentu karena perubahan kebijakan yang signifikan dan menguntungkan pihak tertentu.
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengatakan, semula publik menaruh harapan besar kepada pemerintahan Jokowi yang telah berjanji akan konsisten menjalankan perintah UU Minerba No.4/2009.
Jokowi mengaku sangat paham dengan spirit UU Minerba yang ingin memperbesar nilai tambah nasional demi meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Namun, memasuki tahun ketiga pemerintahan, harapan tersebut mulai memudar, terutama dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No.1/2017 serta Peraturan Menteri ESDM No.5/2017 dan No.6/2017.
Ketiga peraturan ini pada dasarnya mengizinkan kembali ekspor konsentrat, mineral mentah kadar rendah untuk bauksit dan nikel.
“Penerbitan peraturan tersebut melanggar UU Minerba No.4/2009. IRESS sangat prihatin dan kecewa dengan sikap pemerintah ini, dan karenanya IRESS pun ikut bergabung mengajukan gugatan uji materiil bersama Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) atas peraturan-peraturan tersebut ke Mahkamah Agung pada akhir Maret 2017 yang lalu,"katanya.
Target gugatan adalah agar peratutan-peraturan tersebut dibatalkan, hukum ditegakkan dan kebijakan relaksasi ekspor konsentrat dibatalkan,” ujar dia.
Kebijakan hilirisasi merupakan amanat Pasal 33 UUD 1945 demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat. \
Jika merujuk pada konstitusi, pelanggaran terhadap ketentuan UU justru dapat dianggap sebagai pembangkangan terhadap amanat konstitusi.
Menurut Pasal 7 UUD 1945, pelaku pelanggaran amanat konstitusi harus diproses secara politik oleh DPR untuk kemudian diajukan kepada Mahkamah Konstitusi untuk proses hukum. Namun sejauh ini tidak terdapat tanda-tanda bahwa proses pemakzulan akan ditempuh oleh DPR.
“Terlepas dari kecilnya prospek proses politik di DPR, kita pantas mengingatkan pemerintah tentang besarnya kerugian yang dialami negara dan rakyat akibat terbitnya PP relaksasi tersebut," kata Marwan.
Hal yang paling mendasar adalah kerugian dari hilangnya kesempatan memperoleh nilai tambah berlipat-lipat dari kegiatan smelting dalam negeri dan hilangnya kesempatan lapangan kerja bagi jutaan rakyat yang saat ini banyak menganggur.
Relaksasi ketentuan hilirisasi dalam UU Minerba jelas mengurangi kesempatan negara untuk meningkatkan berbagai aspek terkait ekonomi dan keuangan antara lain berupa PDB, PDRB, penerimaan pajak, investasi luar negeri, perputaran kegiatan ekonomi dan pendapatan masyarakat. Kebijakan relaksasi pun akan menghambat penyediaan bahan baku industri di dalam negeri, yang berakibat terkurasnya devisa untuk melakukan impor.