Sidang Angelina Sondakh
KPK Kecewa Angie Divonis Rendah
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johan Budi kecewa dengan rendahnya vonis yang diterima anggota DPR, Angelina Sondakh di

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johan Budi kecewa dengan rendahnya vonis yang diterima anggota DPR, Angelina Sondakh di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/1/2013).
Selain itu, kekecewaan KPK bertambah lantaran hakim juga tidak mencantumkan pasal 18 yang mewajibkan Angelina Sondakh untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 12,58 miliar dan 2,35 juta dollar Amerika Serikat.
"Kita tentu (kecewa) kalau tidak sesuai dengan tuntutan," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi di kantornya, Jakarta, Kamis (10/1/2013).
Meski demikian, KPK kata Johan tetap menghormati apa pun yang telah diputuskan oleh majelis hakim yang diketuai oleh Sudjatmiko tersebut.
"Ini kewenangan hakim. Hakim punya kewenangan untuk memutuskan seseorang bersalah atau tidak dan berapa tahun dihukum," kata Johan saat ditanyai wartawan di kantornya.
Diketahui, dari tiga Pasal yang dituduhkan Jaksa dalam dakwaan Angie, hanya terbukti satu pasal yakni Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi Jo. Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Di mana pasal tersebut mengatur tentang penerimaan sesuatu terkait janji atau hadiah.
Sementara, Pasal 12 dan Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi yang juga menjerat Angie sebagaimana tertuang dalam dakwaan pertama dan kedua jaksa, dinilai tak terbukti oleh majelis Hakim.
Kendati demikian, KPK lanjut Johan, masih mempelajari vonis hakim tersebut, apakah nantinya akan mengajukan banding atau tidak.
"Terhadap putusan ini KPK pelajari dulu kita masih punya waktu untuk menyatakn banding atau tidak," tegasnya.
Sedangkan tidak adanya pasal penyertaan seperti Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dalam putusan Puteri Indonesia tahun 2001 itu, Johan enggan menanggapinya. Yang pasti meneurutnya dakwaan dan tuntutan jaksa dibuat untuk si terdakwa.
Padahal, sejumlah saksi dalam persidangan adanya keterlibatan sejumlah pihklam kasus pembahasan anggaran proyek Kemendiknas dan Kemenpora itu.
Klik: