Jumhur: APEC Harus Ubah Rezim Imigrasi Konservatif
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat berharap forum pertemuan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat berharap forum pertemuan tingkat tinggi para pemimpin APEC di Vladivostok, Rusia pada 8-9 September ini, dapat menyentuh kesepakatan penting untuk mengubah kebijakan rezim imigrasi konservatif negara-negara maju khususnya Eropa, agar membuka diri menerima konsep migrasi tenaga kerja asing (TKA).
"Negara-negara di Eropa masih banyak yang menerapkan pola dan semangat rezim imigrasi konservatif, dengan menolak masuknya TKA dari luar Eropa guna bekerja di kawasan tersebut," ujar Jumhur, saat menyampaikan "Pidato Kebangsaan" dalam halal bihalal dan silaturahmi kepemudaan yang diadakan Perhimpunan Organisasi Kepemudaan Nasional (POKNAS) di Jakarta, Jumat (7/9/2012) malam.
Negara-negara Eropa penganut paham konservatif imigrasi yang mempersulit kehadiran TKA, akan memperlambat peningkatan ekonomi secara lebih produktif di negaranya sendiri. Pasalnya, dengan tingkat pertumbuhan orang tua yang cukup lama usianya dan terjadi di negara-negara Eropa, ketersediaan basis tenaga kerja produktif tidak memadai. Ini berakibat proses kerja mesin-mesin produksi berjalan lambannya.
Menurut Jumhur, perlunya mesin-mesin industri negara maju dikerjakan oleh para TKA, memberi berkah masyarakat dan negara yang mempekerjakan TKA. Beda halnya negara yang progresif terhadap kehadiran TKA seperti di sejumlah negara Asia termasuk Amerika Serikat. Pertumbuhan ekonominya jauh melenggang pesat dengan pilihan ketersediaan tenaga kerja yang beragam serta mencukupi.
"Pertemuan APEC menjadi tidak valid tanpa mengangkat ketidakadilan hambatan migrasi ketenagakerjaan asing ke negara-negara Eropa," tegas Jumhur sambil menambahkan dengan asumsi memperkuat kemajuan dan kesejahteraan negara-negara di Asia Pasifik, maka penghapusan hambatan itu dirasakan mutlak.
Diakui Jumhur, produktivitas agregat dunia bisa terjadi bila halangan dalam migrasi tenaga kerja internasional dihilangkan secara bertahap, dengan memberlakukan rezim imigrasi yang progresif. "Sebaliknya, dunia akan merugi secara agregat pula karena terjadi stagnasi ekonomi di banyak negara atas berkembangnya kebijakan menghalangi TKA," ujarnya.
Tidak mustahil negara-negara berkembang yang berorientasi pada penciptaan pasar TKA akan menyusul kemajuan yang dicapai negara-negara Eropa. Mereka ini mampu tumbuh sebagai negara yang semakin kuat. Sebut saja Amerika Serikat, Korea Selatan, Malaysia, dan belakangan diikuti Jepang, adalah fenomena negara yang terbuka kebijakan imigrasinya bagi TKA baik semiterampil, terampil, ataupun profesional.
Setidaknya ada sekitar 40 ribu Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di Korea Selatan dengan gaji minimum Rp 8,5 juta per bulan. Hal yang sama ditemui banyak TKI profesional bergaji Rp 50-Rp100 juta pada sektor industri strategis di Malaysia. Sedang Jepang, sejak 2008 sudah membuka pintu untuk TKI Perawat orangtua jompo yang dipekerjakan di berbagai rumah sakit dan rumah penampungan di seluruh Jepang.
Para pemimpin Jepang, lanjutnya, memiliki kesadaran bahwa jumlah lanjut usia di negara itu sudah cukup banyak dan pemerintah harus mendatangkan TKA di antaranya TKI, untuk bertugas merawat lansia lantaran tenaga perwatnya yang memang terbatas. "Di Jepang terdapat 40 ribu orang yang usianya lebih dari 100 tahun. Mereka tidak bisa apa-apa kecuali berada dalam perawatan TKI," ungkapnya.
Klik: