Sabtu, 4 Oktober 2025

Waspadai Operasi Junta Kapitalis Jelang Pilpres 2014

Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan mengatakan adanya ancaman

Penulis: Y Gustaman
zoom-inlihat foto Waspadai Operasi Junta Kapitalis Jelang Pilpres 2014
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Pembebasan Jawa Barat menggelar unjuk rasa di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (22/5). Pada aksinya mereka menuntut digantinya ideologi kapitalis sekulerisme yang saat ini dianut Indonesia dengan ideologi Islam karena perubahan reformasi yang saat ini sedang ditempuh dianggap gagal. (TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN)

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle (SMC), Syahganda Nainggolan mengatakan adanya ancaman junta kapitalis yang mengedepankan kekuatan modal untuk merebut kepemimpinan nasional pada pilpres 2014.

Menurut Syahganda, Indonesia pernah mengalami junta militer dari Soekarno ke Soeharto. Pascareformasi justru yang berkembang desakan kapitalisme internasional yang berusaha menguasai negeri dan kekuasaan politik secara nasional.

Melawan kekuatan kapitalis, kata Syahganda, perlu mengerahkan seluruh kekuatan prokerakyatan dengan saling bahu membahu. Jangan sampai, kekuatan kapitalis yang masif terus menggerogoti kekayaan bangsa ini.

"Kapitalisme itu kejam, tak menghiraukan suara rakyat bahkan bisa membeli suara rakyat," ujar Syahganda kepada Tribunnews.com di Jakarta, Senin (3/9/2012).

Saat ini kekuatan kapitalisme saat sedang berusaha mencengkeram lawan-lawannya termasuk dalam memperebutkan kekuasaan menjelang Pemilu 2014. Mereka berkolaborasi dengan kaum kapitalis dalam negeri untuk menancapkan pengaruhnya.

Syahganda tidak menyebut pihak-pihak tertentu mana saja yang dimaksudkan mengedepankan kapitalisme. Namun faktanya, situasi keberadaan bangsa bahkan ditentukan para pemilik modal dan bukan lagi berdasarkan nilai-nilai luhur beragama termasuk dengan meninggalkan Pancasila.

Pada sisi lain, lanjutnya, kemajemukan bangsa pun dilepaskan dari ikatan Pancasila, yang menjadikan makna persatuan tidak terkelola dengan baik karena dihadapkan pada kepentingan kelompok atau perseorangan yang lebih kuat.

"Itu terjadi, semata-mata karena merajalelanya budaya kapitalisme di negara ini yang semakin dinikmati oleh para pemimpin dan kelompok menengah atas," kata Syahganda sambil menambahkan bahwa kehidupan umat turut dicekoki oleh paham kapitalisme global.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved