Wamenlu AS-Kepala BNP2TKI Bahas Kasus TKI di Yordania
Jumhur berada di Amman, Yordania untuk kunjungan kerja ke negara itu pada 14-17 Juli, dilanjutkan ke Kuwait, 17-19 Juli 2012.
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Kasus perdagangan orang (trafficking in persons) terhadap Tenaga Kerja Indonesia di Yordania mendapat perhatian khusus dari pemerintah Amerika Serikat.
Pada 16 Juli 2012 lalu, di Kedutaan Besar RI, Amman, Yordania, telah dilakukan pertemuan antara Wakil Menteri Luar Negeri AS untuk Demokrasi dan Masalah Global, Maria Otero dengan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Moh Jumhur Hidayat, didampingi Duta Besar RI untuk Yordania, Zainulbahar Noor.
Jumhur berada di Amman, Yordania untuk kunjungan kerja ke negara itu pada 14-17 Juli, yang juga dilanjutkan ke Kuwait, 17-19 Juli 2012. Kunjungannya ke Amman terkait penanganan permasalahan para TKI sebagai korban perdagangan orang.
Di Kuwait, Jumhur menghadiri kegiatan ‘Business Employment Meeting’ yang diprakarsai BNP2TKI bekerjasama Kedutaan Besar RI di Kuwait, guna peningkatan pasar TKI sektor formal berkemampuan semiterampil dan terampil di luar negeri, utamanya di negara-negara Timur Tengah.
Menurut Jumhur, pertemuan dengan Wamenlu AS tersebut untuk membicarakan kasus para TKI korban perdagangan orang di Yordania, dan saat ini sekitar 350 TKI Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) yang menjadi korbannya berada dalam penampungan KBRI Amman.
”Pemerintah AS berkomitmen untuk ikut membantu pemulangan para TKI korban perdagangan orang di Yordania, dengan mengupayakan lobi pemerintah setempat dan atas upaya kerasnya dalam memerangi praktik perdagangan orang di muka bumi,” kata Jumhur dalam rilisnya kepada Tribun.
Ia mengatakan, dalam masa moratorium (penghentian sementara) penempatan TKI ke Yordania yang diberlakukan sejak 29 Juli 2010, terdapat sekitar 5.000 orang ditempatkan oleh sejumlah pihak untuk bekerja sebagai TKI PLRT di Yordania dengan dokumen tidak resmi. Para TKI itu juga sebelumnya telah mendapatkan visa untuk masuk ke negara itu.
Sedangkan 350 orang yang ditampung KBRI Amman, merupakan para TKI yang berhasil kabur dari masing-masing rumah majikan. ”250 orang di antaranya datang sendiri ke KBRI, dan sisanya melalui pengantaran pihak lain,” ujar Jumhur.
Ditambahkan, pemerintah khususnya melalui KBRI telah memproses pemulangan bagi 350 TKI itu ke Kementerian Perburuhan serta pihak imigrasi, namun sejauh ini pemerintah Yordania belum memberikan izin keluar dalam bentuk pengeluaran ’exit permit’.
Jumhur sendiri saat bertemu pejabat Kementerian Perburuhan Yordania, (17/7), menegaskan keberadaan para TKI itu sebagai korban akibat tindakan pihak tidak bertanggungjawab, karenanya pemerintah Indonesia terus berupaya memulangkannya ke tanah air dengan biaya yang juga menjadi tanggungan pemerintah RI.
”Kita mengharapkan pemerintah Yordania bersikap kooperatif untuk upaya pemulangan para TKI Korban perdagangan orang itu,” jelasnya.
Jumhur mengaku, Kementerian Perburuhan Yordania menjanjikan mengatasi nasib para TKI itu selambatnya akhir Ramadan ini, mengingat masalah itu kini mulai diprihatinkan serius oleh Perdana Menteri Yordania, Fayez Tarawneh beserta jajaran terkaitnya.