Pembantaian Rohingya di Myanmar
Presiden SBY Diminta Selamatkan Muslim Rohingya
Indonesia harus berperan aktif dalam proses penghentian aksi pembantaian itu, apalagi itu terjadi di bumi ASEAN.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Anggota DPR RI dari Fraksi PAN, Teguh Juwarno meminta Presiden SBY berperan aktif dalam upaya penyelesaian tragedi pembantaian ribuan muslim Rohingya di Myanmar.
Menurut Teguh, Indonesia sebagai bagian dari Asean, harus menekan pemerintah Myanmar untuk segera menghentikan aksi pembantaian tersebut dengan cara menyampaikan pernyataan pesan diplomatik yang keras.
"Kita adalah negara berpenduduk muslim terbesar, Presiden harus bersuara keras," kata Teguh dalam gelaran Pasar Anak Negeri yang diprakarsai DPP Partai Amanat Nasional, di Istora Senayan Jakarta, Jumat (27/7/2012).
Dijelaskan, genosida yang terjadi di Myanmar sama sekali tidak bisa dibiarkan. Indonesia, lanjut Teguh harus berperan aktif dalam proses penghentian aksi pembantaian itu, apalagi itu terjadi di bumi ASEAN.
"Itu jelas bertentangan dengan UUD kita, kita harus berperan aktif," tuturnya.
Ketika disinggung perhatian dunia Internasional yang minim atas kasus Rohingya, sedangkan dunia begitu merespon saat seorang Aung San Suu Kyi dirampas hak kebebasannya, Teguh melihat memang ada standar ganda dari dunia Internasional terkait hal tersebut.
"Ini menjadi ironi ketika seorang aung san suu kyi dirampas hak kebebasannya dunia Internasional begitu responsif, sedangkan ketika terjadi pembantaian terhadap umat muslim, dunia Internasiona seakan tidak bisa berbuat apa-apa," ujar Teguh.
Teguh mencontohkan kasus penembakan membabibuta pada pemutaran perdana film Batman,
"Sang pelaku dibilang sakit jiwa. Kalau itu muslim, pasti disebut teroris," tukas Teguh.
Ketika ditanya apakah kekecewaan masyarakat Indonesia terhadap berbagai ketidakadilan yang didapat masyarakat muslim di berbagai belahan dunia berpotensi menimbulkan konflik horizontal, Teguh berharap hal tersebut tidak sampai terjadi di Indonesia. Meski diakuinya, pasti menimbulkan bibit yang berpotensi berkembang menjadi konflik.
"Yang pasti akan menambah kekecewaan masyarakat kita akan ketidakadilan terhadap masyarakat muslim. Mudah-mudahan tidak menjadi konflik horizontal tetapi memang bisa menjadi bibit konflik yang berbahaya untuk kedepannya," jelas Teguh.
Seperti diketahui, kaum Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine (Arahan), Myanmar dibantai oleh kelompok yang diduga dilakukan oleh etnis yang didukung oleh pasukan gabungan keamanan Rakhine.
Jumlah kematian muslim di Arakan diperkirakan mencapai 6.000 jiwa. Selain dibunuh, juga terjadi pembakaran, penjarahan, pemerkosaan, serta penangkapan Muslim Rohingya di Negara Bagian Arakan (Rakhine).