Fatwa MA Penting untuk Klaim Aset Century
Perbedaan sistem hukum di Indonesia dan Hong Kong, membuat proses pengembalian aset tidak bisa segera dilakukan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) masih menunggu fatwa Mahkamah Agung (MA), untuk bisa mengembalikan aset Bank Century senilai sekitar Rp 6 triliun, yang dilarikan terpidana pemilik Bank Century Robert Tantular ke Hong Kong.
Wakil Jaksa Agung Darmono kepada wartawan, Kamis (5/7/2012) menyatakan, perbedaan sistem hukum di Indonesia dan Hong Kong, membuat proses pengembalian aset tidak bisa segera dilakukan.
Di Indonesia, kata Darmono, penyitaan bisa dilakukan dengan modal keputusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Untuk kasus Century, putusan sejenis telah dikeluarkan.
Namun, di Hong Kong sistem hukumnya berbeda, Sehingga, putusan pengadilan tidak bisa digunakan untuk menyita aset senilai Rp 86 miliar dalam bentuk uang, dan surat berharga senilai lebih dari Rp 6 triliun.
Menurut Darmono, fatwa dari MA berisi perintah perampasan aset, menjadi salah satu syarat penarikan aset Bank Century di Hong Kong.
"Sistem di Hong Kong menghendaki, supaya ada perintah khusus dituangkan dalam semacam penetapan untuk perampasan aset," katanya.
Darmono mengaku belum mendapat laporan dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, terkait fatwa MA.
Sebab, komunikasi antara kejaksaan dengan MA dilakukan oleh jaksa dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
Setelah fatwa dikeluarkan, menurut Ketua Tim Pemburu (Aset), kejaksaan akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM, untuk berkomunikasi dengan otoritas Hong Kong.
"Setelah itu, masih ada persidangan yang harus dilalui untuk mengembalikan aset," tambah Darmono.
Jumlah aset Bank Century dalam bentuk uang di Hong Kong senilai Rp 86 miliar. Sedangkan dalam bentuk surat berharga senilai lebih dari 388,86 juta dolar AS dan 650 juta dolar Singapura.
Aset tersebut tersimpan di Standard Chartered Bank dan di Ing Bank Arlington Assets Investment, serta dana tunai tersimpan di sejumlah bank di Hong Kong.
Berdasarkan putusan The High Court of Hongkong (SAR) Court of First Instance pada 16 Desember 2010, untuk sementara pembekuan penyitaan aset yang dilarikan Robert Tantular bisa dilakukan.
Mengenai biaya pengembalian aset, Darmono mengakui hal itu tidak terlalu signifikan, karena yang terpenting adalah pengembalian aset negara kembali ke Tanah Air.
"Penghitungan biaya sudah dilakukan oleh auditor, semua kegiatan mesti ada biayanya," tuturnya. (*)
BACA JUGA