Dikriminalisasi Polisi, Kepala Suku Dayak Lapor ke Propam
Elisason, Kepala Adat Besar Dayak Kalimantan Timur melapor ke Divisi Propam Mabes Polri.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Elisason, Kepala Adat Besar Dayak Kalimantan Timur melapor ke Divisi Propam Mabes Polri. Ia mengadu terkait perlakuan polisi yang mengkriminalisasikan lima anggota masyarakat di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur.
Laporannya diterima Mabes Polri dengan nomor STPL/196/VI/2012/YANDUAN tertanggal 27 Juni 2012 dan yang dilaporkan terkait permasalahan di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur tersebut adalah Kapolres Paser dan Kapolda Kaltim.
Ia menjelaskan kejadian berawal dari sengketa lahan seluas 1000 hektar yang sebelumnya menjadi sumber kehidupan masyarakat di sana yang kemudian diambil alih perusahaan selama belasan tahun ini tanpa ada ganti rugi.
"Kami melaporkan perlakuan polisi yang mengkriminalisasi masyarakat kami, itu disebabkan karena mereka menuntut hak mereka terhadap PT Kideco Jaya Agung sejak tahun 1990 sampai sekarang tidak mau membayar," ungkap Elisason di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (27/6/2012).
Kemudian masyarakat di sana melakukan negosiasi dengan pihak perusahaan, tetapi selalu mendapat hambatan dari polisi. Kemudian warga pun berjuang mendapatkan haknya dengan memberi kuasa kepada lembaga perlindungan dan pembelaan masyarakat hukum adat dayak Kalimantan Timur.
Pada waktu mendapat kuasa bersama pemilik lahan yang mereka dampingi, mereka mencoba bernegosiasi dengan perusahaan, tapi perusahaan selalu membuat siasat-siasat agar negosiasi tida pernah berhasil. Bahkan menurut Elisason, samapai beberapa kali polisi menjadi mediatornya, namun oknum-oknum polisi dari Polres ini malah menekan masyarakat dengan menyuruh untuk mengalah.
"Itu maunya mereka, sampai akhirnya masyarakat marah dan mereka menduduki lahan mereka yang belum dibayar," ungkapnya.
Kemudian polisi pun melakukan pembubaran paksa terhadap massa yang menduduki lahan tersebut sampai akhirnya bersepakat untuk melakukan negosiasi. Tetapi tidak mendapat apa-apa dalam negosiasi tersebut dan perusahaan cenderung selalu bersembunyi di balik kepolisian.
"Untuk kedua kali Polres minta bantuan Brimob Balikpapan dan ratusan personil dikerahkan untuk kembali membubarkan paksa massa," ujarnya.
Sehari sebelum pembubaran paksa tersebut, pada malam hari lima warga pergi ke lokasi dengan membawa alat kerja dan alat-alat tradisional mereka seperti mandau yang menjadi kebiasaan warga di sana, tetapi justru mereka di tangkap saat dalam perjalanan.
"Mereka dikriminalisasi, sampai sekarang mereka ditahan dengan tidak ada alasan hukum yang jelas," ujarnya.
Lanjut dia, lima warga tersebut dituduh membawa sajam, padahal mereka tidak mengancam siapa-siapa. Atas kejadian tersebut Elisason pun sudah mendatangi tiga lembaga untuk meninjau kejadian tersebut. "Kami saat ini sudah mampir ke Komnas HAM, Kompolnas, dan terakhir kami lapor ke sini terkait kejadian tersebut," ungkapnya.
Untuk itu, Elisason meminta supaya lim warga tersebut dilepaskan dari tahanan, kemudian ia pun meminta perusahaan untuk mencabut gugatan perdata, serta segera difasilitasi dengan sangat baik agar perusahaa bisa membayar lahan masyarakat yang dituntut tersebut.
"Kami datang jauh-jauh ke sini khawatir masyarakat di sana marah, jika masy marah kita tidak tahu apa yang akan terjadi, takut konflik berdarah, kalau tidak ada tanggapan , sudah ada masyarakat yang bersembunyi di hutan-hutan perusahaan, entah siapa yang jadi sasaran mereka," terangnya.