Tribunners / Citizen Journalism
Mengapa Sulit Melakukan Transformasi di Sekolah?
Kekuasaan di sekolah tak hanya soal jabatan. Tradisi dan struktur bisa bungkam inovasi. Saatnya ruang debat diberi tempat.
Editor:
Glery Lazuardi
Odemus Bei Witono
- Imam Jesuit
- Kandidat Doktor STF Driyarkara
- Direktur Perkumpulan Strada
- Kolumnis
- Cerpenis
- Pemerhati Pendidikan
- Domisili di Jakarta
TRIBUNNEWS.COM - Dalam setiap organisasi, termasuk sekolah, dinamika kekuasaan memainkan peran penting.
Namun, kekuasaan sering kali disalahpahami hanya sebatas hirarki formal.
Padahal, ada kekuatan lain tak kasat mata, yang secara diam-diam membungkam suara-suara yang ingin membawa perubahan.
Hal semacam itu, sudah tentu akan menghasilkan lingkungan di mana para pimpinan sekolah, meskipun dengan niat baik, bisa secara tak sadar menjadi penghalang kemajuan.
Tiga faktor utama sering kali menjadi sumber kekuasaan tradisional yang sulit digeser, yakni struktur resmi, sejarah dan tradisi, serta nilai eksternal.
Gagasan Anne Gold dan Jennifer Evans (1998) menguatkan pandangan tersebut, menekankan bahwa pimpinan sekolah beretika tidak hanya mengelola struktur, tetapi juga memahami dan menanggapi dinamika kekuasaan secara lebih halus.
Sistem sekolah seringkali didasarkan pada hirarki kaku. Kepala sekolah atau guru senior secara otomatis memiliki kekuasaan pengambilan keputusan lebih besar dibandingkan guru baru atau bahkan murid.
Struktur demikian, meskipun bertujuan menjaga ketertiban, dapat menghasilkan kesenjangan besar.
Ketika bawahan merasa posisinya lebih rendah, mereka cenderung enggan menyuarakan ide-ide yang bertentangan dengan atasan.
Akibatnya, alih-alih terjadi diskusi konstruktif, yang ada hanyalah kepatuhan.
Ungkapan "begitulah cara kami melakukannya di sini" merupakan salah satu bentuk resistensi paling kuat.
Tradisi dan sejarah sebuah sekolah menciptakan semacam imunitas terhadap perubahan. Ide-ide baru, meskipun inovatif dan berpotensi meningkatkan kualitas pendidikan, seringkali langsung ditolak karena dianggap tidak sesuai dengan norma yang sudah ada.
Hal ini membuktikan bahwa kekuasaan tidak hanya datang dari posisi, tetapi juga dari kekuatan kebiasaan dan masa lalu.
Tekanan dari luar, seperti publikasi tabel peringkat sekolah, juga memiliki kekuatan besar.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Lantik Pengurus Pusat 2025–2029, JSIT Indonesia Gaungkan Semangat Kolaborasi dan Inovasi |
![]() |
---|
Kunci Jawaban Sulingjar 2025 Paket A Kepsek dan Guru, 111 Soal Survei Lingkungan Belajar |
![]() |
---|
Kunci Jawaban Sulingjar 2025 PAUD untuk Kepsek dan Guru, Lengkap 151 Soal Survei Lingkungan Belajar |
![]() |
---|
Sekolah Bisnis Indonesia Tembus 200 Besar Dunia dalam Pemeringkatan Global MBA |
![]() |
---|
Gus Ipul Ajak Kepala Daerah Prioritaskan Program Pemberdayaan Berbasis Potensi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.