Senin, 29 September 2025

Tribunners / Citizen Journalism

One Word, One Peace, One Hope: Indonesia Emas

Belakangan banyak pakar menyatakan bahwa mereka bukan didalangi tetapi ditunggangi oleh mereka yang memang sengaja bikin rusuh

Editor: Suut Amdani
Dok
XAVIER QUENTIN - Xavier Quentin Pranata adalah kolumnis dan penulis buku. Xavier mengemukakan pendapatnya tentang demo yang terjadi di berbagai daerah Indonesia. (Dok pribadi untuk Tribunnews.com) 

Oleh Xavier Quentin Pranata, kolumnis dan penulis buku. Lahir di Blitar, Jawa Timur, pada 4 Juli 1960, dan telah menulis lebih dari 60 buku. Pendidikan terakhir S3 di Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia, Yogyakarta.

TRIBUNNEWS.COM - Satu kata. Hanya satu kata. Satu kata bisa mengubah keadaan dari teduh ke kisruh. 

Namun, satu kata yang lain, bahkan dari kata yang sama, bisa mengubah dari ricuh ke teduh.

Demo berhari-hari yang diakhiri dengan pawai damai mahasiswa menunjukkan hal itu.

Tolol

Hanya satu kata ini bisa membangkitkan amarah rakyat yang sudah terlanjur penat.

Apakah rakyat yang turun ke jalan untuk menuntut keadilan—diwakili mahasiswa dan buruh—menginginkan kerusuhan?

Tidak! Mereka ingin menyampaikan aspirasi dengan keteduhan.

Budaya mepe di Jogja adalah contoh yang baik.

Dalam masyarakat Jawa, tindakan rakyat yang berjemur di depan keraton saat terik matahari seperti yang ditunjukkan di Daerah Istimewa Jogjakarta adalah cara menunjukkan ketidakpuasan terhadap keputusan atau kebijakan penguasa yang dianggap tidak tepat.

Mereka rela berjemur di bawah sinar matahari yang panas tetapi dengan hati yang penuh keteduhan.

“Words are potent weapons for all causes, good or bad,” ujar Manly Palmer Hall.

Baca juga: Ferry Irwandi Kritik Pemerintah yang Fokus Kejar Aktor Demo, Sesalkan Adanya Gas Air Mata di Kampus

Penulis, dosen, astrolog dan mistikus Amerika dengan ajarannya yang legendaris The Secret Teachings of All Ages ini sepola pikir dengan ulasan Inc Magazine yang saya rasa mengutip ucapan Yakobus: “Berhati-hatilah dalam berkata-kata. Lidah manusia adalah binatang buas yang hanya sedikit yang bisa menguasainya.”

Jika kata ‘tolol’ ditujukan kepada orang yang cerdas, bisa jadi orang yang cerdas dan bisa mengontrol kewarasan akan merespon dengan senyuman sambil berkata dalam hati, “Siapa sih yang lebih cerdas, lu atau gue?”

Namun, apa jadinya jika kata itu dilontarkan kepada orang yang sudah bekerja susah payah tetapi dibalas dengan sumpah serapah? 

Meskipun begitu, sebagian besar pendemo masih berpikir waras.

Halaman
123

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan