Minggu, 5 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Merger Indosat Ooredo Hutchison–XL Smart, Kenapa Tidak?

Industri telekomunikasi seluler Indonesia mencatat prestasi yang belum tentu terjadi di belahan dunia lain.

Editor: Sanusi
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
PENGGABUNGAN OPERATOR - Industri telekomunikasi seluler Indonesia mencatat prestasi yang belum tentu terjadi di belahan dunia lain. Dalam waktu tiga tahun ada efisiensi besar-besaran di industri dengan bergabungnya empat operator besar-kecil menjadi hanya dua operator besar. 


                 
Oleh: Moch S Hendrowijono, mantan editor Harian Kompas, pengamat telekomunikasi dan transportasi.

TRIBUNNERS - Industri telekomunikasi seluler Indonesia mencatat prestasi yang belum tentu terjadi di belahan dunia lain. Dalam waktu tiga tahun ada efisiensi besar-besaran di industri dengan bergabungnya empat operator besar-kecil menjadi hanya dua operator besar.

Dari semula enam operator seluler sejak dekade 19-an, Telkomsel, XL Axiata, Indosat, Hutchison Tri Indonesia (3), Smartfren dan Sampurna Telecom, April lalu menjadi hanya tiga, Telkomsel, Indosat Ooredo Hutchison (IOH) dan XL Smart Sejahtera. IOH merupakan gabungan Indosat Ooredoo dan 3, sementara XL Smart antara XL Axiata dan Kelompok Sinar Mas (Smartfren).

Baca juga: Tantangan Merger XL Smart, Integrasi dan Budaya        

Dari tiga operator itu, Telkomsel (anak usaha BUMN Kelompok PT Telkom) memimpin dengan pangsa pangsa 51,8 persen, kemudian XL Smart 25?n IOH 22,2%. Namun pangsa pasar kedua operator hasil merger masih bisa berubah, karena dinamika keduanya yang sedang menata diri untuk bersaing secara ketat.

Kata Presdir dan CEO XL Smart Sejahtera, Rajeev Sethi, di tahun 2025 ini pihaknya akan mengumpulkan pendapatan proforma sebesar Rp 45,4 triliun dari jumlah pelanggan gabungan 94,5 juta. 

Sebagai XL Axiata dengan pelanggan 58,8 juta, pendapatan mereka tahun 2024 Rp 34,4 triliun, laba Rp 1,3 triliun. Pada saat sama pendapatan Smartfren Rp 11,41 triliun dan rugi Rp 1,29 triliun.

IOH yang sudah aktif sejak tahun 2022, melaju dengan pendapatan dan laba yang lebih besar dibanding ketika masih terpisah. Sepanjang tahun pertama usai merger itu IOH meraih pendapatan sebesar Rp 46,7 triliun dengan laba Rp 4,72 triliun. 

Merambah tahun ketiga merger, di tahun 2024 pendapatan IOH melejit hingga Rp 55,9 triliun dengan laba Rp 4,91 triliun. Di tiga bulan pertama tahun 2025 ini IOH sudah menelurkan pendapatan Rp 10,88 triliun dan laba Rp 1,31 triliun.

Baca juga: Merger XL Axiata dan Smartfren, Menkomdigi Harap Komitmen Pembangunan BTS di Daerah Dijalankan

Pada saat sama, triwulan 1 ini, XL Axiata mencatat pendapatan sebesar Rp 8,1 triliun dan laba bersih Rp 388 miliar. Belum termasuk data pendapatan Smartfren, karena keduanya belum tercatat sebagai anggota XL Smart.

Dipenggal

Telkomsel punya 159,66 juta pelanggan, didukung 271.040 BTS dan jaringan FO sepanjang 173.000 kilometer yang kalau digelar bisa empat kali mengelilingi Bumi. FO (serat optik) digunakan menggantikan hubungan radio ke semua BTS dengan kualitas suara maupun kecepatan transmisi antar-BTS sangat baik.

Indosat Ooredoo Hutchison punya pelanggan 95,4 juta, BTS 247.000 unit. Punya FO 60.000 kilometer ditambah sekitar 18.000 kabel laut yang menghubungkan antarpulau. 

Saat ini XL Smart punya pelanggan 94,5 juta, 211.094 unit BTS dan berpotensi memperluas kawasan cakupan layanannya karena sekitar 20% sampai 30% letak BTS mereka berhimpitan, harus diintegrasikan. Sebagian BTS akan dipindahkan ke kawasan baru, ditambah kewajiban membangun 8.000 BTS di kawasan yang belum terjangkau.

Jumlah BTS mereka akan menjadi 265.094, didukung ketersediaan kabel serat optik (FO) yang pada 2024 panjangnya sudah 113.000 kilometer, ditambah FO ex-Smartfren sepanjang 20.000 km.

Bagi IOH ataupun XL Smart, potensi kawasan yang bisa digarap masih sangat banyak. Lebih 30?kupan layanan Telkomsel belum diisi operator lain, padahal pendapatan mulai bagus.

Performansi XL Smart dan IOH nyaris sama, pelanggan IOH 95,4 juta dengan lebar spektrum frekuensi mirip-mirip. IOH menguasai spektrum frekuensi selebar 135 MHz di rentang 850 MHz, 900 MHz, 1800 MHz dan 2100 MHz, setelah 10 MHz di rentang 2100 MHz dipenggal pemerintah saat merger.

XL Smart saat ini masih menguasai 152 MHz di rentang 850 MHz, 900 MHz, 1800 MHz, 2100 MHz dan 2300 MHz. Posisi spektrum pada akhir 2026 menjadi hanya 137 MHz karena selebar 2X7,5 MHz di rentang 900 MHz akan diambil pemerintah.

Spektrum emas

Spektrum frekuensi yang diambil itu akan dilelang, hasilnya masuk sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Target PNBP Komdigi tahun 2024 Rp 25,58 triliun, yang terdiri dari BHP (biaya hak penggunaan) frekuensi, BHP operator, PSO (public service obligation – kewajiban pemerintah memberi layanan setara), hasil lelang spektrum frekuensi dan beberapa lagi.

Setiap tahun sebagian dari hasil PNBP yang dipungut – Komdigi terbesar di antara kementerian lain – akan dikembalikan ke direktorat yang memungutnya, dibagikan ke semua pimpinan dan karyawan.

XL Smart berpotensi unggul dari IOH karena menguasai “frekuensi emas”, 2300 MHz ,yang membuat performasi bagus di kawasan bisnis yang padat pengguna. Cakupan spektrum 2300 MHz memang sempit sehingga jumlah BTS yang ditanam di satu kawasan harus lebih banyak dan rapat dibanding yang disediakan spektrum di bawahnya. 

Kerapatan BTS membuat kapasitas tersedia jauh lebih besar, membuka potensi penambahan pelanggan baru. Sementara IOH hanya mengandalkan spektrum di 850 MHz, 900 MHz, 1800 MHz dan 2100 MHz.

Sebanyak 12.548 desa di Indonesia belum terjangkau sinyal seluler 4G, menurut laporan Databoks (2021), sementara menurut surveI APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) awal 2024, ada 57 juta warga belum dirambah internet. Di Jawa dan Sumatera, terlebih di Maluku, misalnya, ada kampung atau desa yang hanya dilayani Telkomsel, operator lain menganggap tidak menguntungkan karena penduduk tidak mampu memiliki ponsel. 

Investor lupa menghitung, panggilan data dibayar penelepon dan yang ditelepon, selain ada pendapatan pasif ketika warga daerah semacam 3T menerima panggilan dari luar. Potensi daerah terisolir akan tumbuh begitu sarana komunikasi terbuka.

Integrasi BTS ditambah BTS baru berpotensi menambah jumlah pelanggan XL Smart yang otomatis men-generate kenaikan ARPU (average revenue per user – pendapatan rata-rata bulanan dari tiap pelanggan). ARPU XL Axiata tahun 2024 tercatat Rp 43.000, setelah jadi XL Smart bisa turun jadi Rp 41.000, diganduli  ARPU Smartfren tahun 2024 yang sekitar Rp 29.000. 

Ada pemikiran, daripada keduanya bertarung demi cuan yang jauh dari jangkauan, baikan mereka merger lagi. Kekuatan merger IOH dan XL Smart bisa mematahkan dominasi Telkomsel dengan jumlah pelanggan nyaris 200 juta.

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved