Tribunners / Citizen Journalism
Pelajaran dari Nauru: Etika Ekologis, dan Signifikansi Pendidikan
Dengan pendapatan negara mencapai sekitar 2,5 miliar dolar AS pada tahun 1975, Nauru menikmati kemakmuran luar biasa
Meski mengalami kerusakan besar, potensi kebangkitan Nauru masih ada. Upaya rehabilitasi tanah melalui teknologi ekologis, pengembangan energi terbarukan, serta pariwisata berbasis komunitas bisa menjadi jalan baru.
Akan tetapi semua ini hanya mungkin jika ditopang oleh visi jangka panjang, komitmen politik, dan partisipasi warga yang sadar akan pentingnya etika ekologis dan keberlanjutan. Seperti dinyatakan oleh Connell (2006) -- dalam Nauru: The First Failed Pacific State? -- masa depan Nauru bergantung pada kemampuan bangsanya untuk belajar dari masa lalu dan berinvestasi dalam sistem sosial yang mendukung keberlanjutan sejati.
Tragedi Nauru bukanlah kasus terisolasi. Banyak negara berkembang yang kini tengah menikmati ledakan kekayaan dari sumber daya alam menghadapi risiko serupa jika tidak mempersiapkan strategi pembangunan jangka panjang.
Buku The Resource Curse karya Richard Auty (1993) menyebut fenomena ini sebagai "kutukan sumber daya", di mana kekayaan alam justru membawa kemunduran jika tidak dikelola dengan bijaksana. Dalam konteks ini, pemikiran Bookchin menawarkan kerangka moral dan praktis untuk menghindari jebakan tersebut, yakni dengan membangun sistem pendidikan yang mencerdaskan dan membentuk warga cinta lingkungan, serta dengan menerapkan etika sosial dan ekologis dalam seluruh pengambilan keputusan publik.
Sebagai catatan akhir, kisah Nauru menjadi pelajaran penting bahwa kemakmuran sejati tidak terletak pada seberapa besar kekayaan yang dimiliki, melainkan seberapa bijak kekayaan itu dikelola untuk membangun masa depan yang layak dihuni. Gagasan Murray Bookchin menegaskan bahwa keberlanjutan hanya dapat dicapai melalui kombinasi keadilan sosial, kesadaran ekologis, dan demokrasi partisipatif.
Dalam dunia yang tengah menghadapi krisis iklim, kerusakan biodiversitas, dan ketimpangan global, model pembangunan yang didasarkan pada etika ekologis dan pendidikan yang membebaskan menjadi lebih relevan daripada sebelumnya. Kita tidak hanya membutuhkan pertumbuhan, tetapi juga arah dan nilai-nilai yang menjadikan pertumbuhan itu bermakna bagi kehidupan bersama dan planet yang kita huni.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Signifikansi Manajemen Risiko dalam Lembaga Pendidikan |
![]() |
---|
Sekolah Hijau dan Adiwiyata: Mendidik Generasi Peduli Lingkungan |
![]() |
---|
Menggagas Tata Kelola Lembaga Pendidikan Katolik |
![]() |
---|
Mandat Pendidikan Dasar Gratis, Antara Idealisme dan Realitas |
![]() |
---|
10 Negara dengan Tingkat Perokok Tertinggi di Dunia, Indonesia di Urutan Berapa? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.