Senin, 6 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Ijazah Jokowi, Perang Narasi dan Kemenangan Hati Nurani

Berikut ini artikel dari Tribunners Xavier Quentin Pranata. Terkait isu tudingan ijazah palsu Presiden Joko Widodo (Jokowi)

|
TribunSolo.com/Ahmad Syarifuddin
Dalam foto: Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) saat ditemui di kediamannya di Jalan Kutai Utara Nomor 1, Kelurahan Sumber, Kota Solo,Senin (5/5/2025). 

Oleh: Xavier Quentin Pranata, kolumnis.

TRIBUNNEWS.COM - Ijazah. Ijazah palsu. Sebenarnya dua kata itu biasa saja. Namun, di Indonesia istilah  itu jadi ramai sampai sekarang. Apalagi saat ketum PDIP Megawati ikut bersuara.

Sejak ramai diberitakan atau lebih banyak lagi dinarasikan, baik di media aras utama maupun medsos, saya sempat bertanya kepada diri sendiri: “Apa urgensinya?”

Pertanyaan itu saya tujukan untuk diri saya sendiri karena berita tentang ijazah palsu dan lulus cepat dengan cara bayar sudah menjadi rahasia umum. Pesan karya ilmiah skripsi, tesis, disertasi memungkinkan dengan bayaran yang sesuai. Kampus yang bersangkutanlah yang harus menguji dan memberikan validasi, seperti kasus Bahlil di UI.

Bagi saya pribadi, meskipun sempat bingung, akhirnya hanya bisa menanti. 

Di samping itu, perdebatan antara capaian akademik dan kontribusi nyata terus terjadi di ruang-ruang publik yang seringkali menyisakan rasa panas di hati bagi dua kubu yang tidak puas.

Di satu kubu, orang yang tidak punya ijazah pun asal bisa berkontribusi bagi sesama sudah luar biasa, bahkan jauh lebih berarti ketimbang bergelar tinggi tanpa secuil kontribusi. Si sisi yang lain, integritas seorang pemimpinlah  yang menjadi batu uji. Pusing, kan?

Beberapa teman akademisi punya sudut pandang yang berbeda.

“Bagi saya bukan seberapa besar kontribusinya, namun integritasnya. Kejujuran adalah yang utama,” ujar mantan pengajar yang sudah pensiun dan kini menikmati masa tuanya di Bali.

Siapa orangnya?

Pertanyaan ini sangat relevan dengan hingar bingar ijazah palsu ini. Bukankah salah satu pegangan jurnalis yang sudah mendarah daging saat melakukan peliputan adalah ini:

“Nama membawa berita.” Jadi, semakin tinggi jabatan seseorang, semakin layak dijadikan berita. Jika dulu “orang digigit anjing bukan berita”, namun kalau orang yang digigit itu raja, perdana menteri, atau presiden, bisa jadi sangat layak untuk diberitakan.

Dari penelusuran digital saya, ada dua nama yang diberitakan gara-gara dipertanyakan catatan akademisnya. Pertama, BBC pernah menurunkan berita ini: “Bola Tinubu diploma: No evidence Nigeria's president forged college record” (11 Oktober 2023). Kedua, di Quora: “Is Modi's degree fake?” yang ramai mendapatkan tanggapan. Ketiga dari Wikipedia: “Recep Tayyip Erdoğan university diploma controversy.” (edit terakhir 17 April 2025).

Saya merasa tidak perlu untuk mencermati berita tentang para pemimpin top negara lain. Kalau untuk Indonesia, saya percaya, kalangan akademisi ingin agar segera clear. Makin cepat makin baik agar tidak terjadi kegaduhan sehingga kita meninggalkan pekerjaan yang jauh lebih utama: kesejahteraan bangsa dan negara.

Diploma atau performa?

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved