Blog Tribunners
Dilema Konstitusional dalam Penetapan PPHN: Tap MPR, UU atau Konvensi?
Indonesia dinilai mengalami kekosongan arah pembangunan jangka panjang yang mengikat secara politis dan filosofis.
Namun, karena sifatnya yang “setara” dengan undang-undang lain, PPHN bisa mudah direvisi, bahkan dibatalkan, oleh kepentingan politik jangka pendek.
Kelebihan utamanya adalah kemudahan prosedural.
Tetapi, kelemahan mendasarnya adalah ketiadaan daya tahan jangka panjang dan legitimasi filosofis yang seharusnya melekat pada arah haluan negara.
3. PPHN sebagai Kesepakatan Politik Non-Hukum
Dalam opsi ini, PPHN hanya akan menjadi semacam konsensus nasional—dihasilkan melalui musyawarah lintas partai dan lembaga, tetapi tanpa bentuk hukum yang mengikat. Ia bersifat lebih lunak, fleksibel, dan partisipatif.
Namun, bentuk ini sangat bergantung pada goodwill politik. Tidak ada mekanisme pemaksaan jika pemerintah tidak menjalankannya.
Dalam konteks birokrasi dan politik yang cenderung oportunistik, bentuk ini berisiko menjadi simbol belaka.
Mencari Jalan Tengah
Jika kita ingin PPHN berfungsi strategis namun tetap sejalan dengan sistem presidensial dan prinsip demokrasi, maka bentuk Ketetapan MPR dengan amandemen terbatas UUD 1945 menjadi opsi yang paling ideal.
Ia memiliki legitimasi representatif, ruang partisipasi, serta jangkauan jangka panjang yang dibutuhkan oleh sebuah haluan negara.
Namun bentuk apapun yang dipilih, satu hal yang tak boleh dilupakan adalah esensi PPHN itu sendiri: menjadi penjaga nilai-nilai Pancasila dalam arah pembangunan, bukan alat politik praktis atau instrumen kekuasaan.
Kewenangan MPR dalam Membuat Ketetapan MPR Pasca Putusan MK Nomor 66/PUU-XXI/2023
Sebelum Perubahan UUD 1945, MPR pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat sehingga lembaga-lembaga negara lain memperoleh mandat dari MPR. Untuk menjalankan kekuasaan tersebut, UUD 1945 sebelum perubahan memberi wewenang kepada MPR untuk menetapkan UUD dan garis-garis besar daripada haluan negara.
Untuk menjalankan wewenang tersebut, MPR membentuk produk hukum yang dikenal dengan “Ketetapan MPR”.
Sementara itu, lembaga-lembaga tinggi negara menjalankan mandat untuk melaksanakan Ketetapan MPR dan mempertanggungjawabkan kepada MPR. Perubahan prinsip kedaulatan rakyat dalam UUD 1945 berakibat perubahan kedudukan dan wewenang MPR dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Guru Gugat UU Pemda ke MK, Minta Urusan Pendidikan Diambil Alih Pemerintah Pusat |
![]() |
---|
Dua Gugatan Ditolak MK, Roni Omba–Marlinus Resmi Menang Pilkada Boven Digoel |
![]() |
---|
Dugaan Pemilih Melebihi DPT dan Relawan Bayaran, MK Lanjutkan Sidang PHPU Papua dan Barito Utara |
![]() |
---|
TNI Beri Sinyal Akan Tetap Ambil Langkah Hukum Terhadap Ferry Irwandi Meski Ada Putusan MK |
![]() |
---|
Minta Polda Metro Jaya Tak Proses Ferry Irwandi, IPW Singgung Putusan MK |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.