Kamis, 2 Oktober 2025

Blog Tribunners

Dilema Konstitusional dalam Penetapan PPHN: Tap MPR, UU atau Konvensi?

Indonesia dinilai mengalami kekosongan arah pembangunan jangka panjang yang mengikat secara politis dan filosofis.

Tribunnews.com/ Fersianus Waku
KEKOSONGAN ARAH PEMBANGUNAN - Dr. I Wayan Sudirta, SH., MH. Anggota Badan Pengkajian MPR Fraksi PDI-Perjuangan. 

Namun, karena sifatnya yang “setara” dengan undang-undang lain, PPHN bisa mudah direvisi, bahkan dibatalkan, oleh kepentingan politik jangka pendek.

Kelebihan utamanya adalah kemudahan prosedural.

Tetapi, kelemahan mendasarnya adalah ketiadaan daya tahan jangka panjang dan legitimasi filosofis yang seharusnya melekat pada arah haluan negara.

3.    PPHN sebagai Kesepakatan Politik Non-Hukum

Dalam opsi ini, PPHN hanya akan menjadi semacam konsensus nasional—dihasilkan melalui musyawarah lintas partai dan lembaga, tetapi tanpa bentuk hukum yang mengikat. Ia bersifat lebih lunak, fleksibel, dan partisipatif.

Namun, bentuk ini sangat bergantung pada goodwill politik. Tidak ada mekanisme pemaksaan jika pemerintah tidak menjalankannya.

Dalam konteks birokrasi dan politik yang cenderung oportunistik, bentuk ini berisiko menjadi simbol belaka.

Mencari Jalan Tengah

Jika kita ingin PPHN berfungsi strategis namun tetap sejalan dengan sistem presidensial dan prinsip demokrasi, maka bentuk Ketetapan MPR dengan amandemen terbatas UUD 1945 menjadi opsi yang paling ideal.

 Ia memiliki legitimasi representatif, ruang partisipasi, serta jangkauan jangka panjang yang dibutuhkan oleh sebuah haluan negara.

Namun bentuk apapun yang dipilih, satu hal yang tak boleh dilupakan adalah esensi PPHN itu sendiri: menjadi penjaga nilai-nilai Pancasila dalam arah pembangunan, bukan alat politik praktis atau instrumen kekuasaan.

Kewenangan MPR dalam Membuat Ketetapan MPR Pasca Putusan MK Nomor 66/PUU-XXI/2023

Sebelum Perubahan UUD 1945, MPR pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat sehingga lembaga-lembaga negara lain memperoleh mandat dari MPR. Untuk menjalankan kekuasaan tersebut, UUD 1945 sebelum perubahan memberi wewenang kepada MPR untuk menetapkan UUD dan garis-garis besar daripada haluan negara.

Untuk menjalankan wewenang tersebut, MPR membentuk produk hukum yang dikenal dengan “Ketetapan MPR”.

Sementara itu, lembaga-lembaga tinggi negara menjalankan mandat untuk melaksanakan Ketetapan MPR dan mempertanggungjawabkan kepada MPR. Perubahan prinsip kedaulatan rakyat dalam UUD 1945 berakibat perubahan kedudukan dan wewenang MPR dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Halaman
1234

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved