Kamis, 2 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Menelaah Putusan yang Bernuansa Hukum Adaptif

Terdapat beberapa putusan hakim yang dapat kategorikan sebagai putusan yang sesuai dengan operasionalisasi hukum adaptif.  Di antaranya kasus Fidelis.

Editor: Sri Juliati
KOMPAS.com/Yohanes Kurnia Irawan
HUKUM ADAPTIF - Fidelis Arie Sudewarto saat di ruang Cakra, Pengadilan Negeri Sanggau, Kalimantan Barat dalam sidang putusan kepemilikan 39 batang ganja, Rabu (2/8/2017). Terdapat beberapa putusan hakim yang dapat kategorikan sebagai putusan yang sesuai dengan operasionalisasi hukum adaptif.  Di antaranya kasus Fidelis. 

Bertentangan dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya. 

Hubungan itu dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya. 

Mahkamah Konstitusi secara terang dan jelas menunjukkan niat baik dalam melindungi hak-hak anak luar kawin. Perlindungan agar mereka tidak mengalami diskriminasi dalam urusan keperdataan. 

Secara kontekstual, putusan mahkamah ini juga mempertimbangkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta realitas sosial bahwa di Indonesia teramat banyak anak luar kawin yang memiliki hubungan biologis dengan ayahnya. Dan mereka pada waktu itu tidak memperoleh perhatian yang cukup.

Putusan ini merupakan angin segar bagi anak luar kawin. Putusan yang memberikan pengakuan hukum kepada anak luar kawin untuk memiliki hubungan perdata dengan ayah biologisnya. Dengan putusan ini perlindungan hukum bagi anak-anak dalam situasi tersebut diperkuat. 

Baca juga: Manifesto Hukum Adaptif: Melampaui Teks, Merengkuh Keadilan

Penutup

Ketiga putusan di atas menunjukkan bahwa hukum bisa beradaptasi. Adaptif di sini bukan berarti mengabaikan aturan. Adaptif di sini lahir dari niat baik untuk menegakkan keadilan dalam realitas yang kompleks. 

Atau ringkasnya, hakim tidak hanya berpegang pada teks hukum, tetapi juga mempertimbangkan konteks sosial, niat baik, dan tindakan afirmatif dalam upaya memenuhi keadilan substantif. (*)

Dr. Bakhrul Amal, S.H., M.Kn
Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta
Dr. Bakhrul Amal, S.H., M.Kn Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta (ISTIMEWA/TRIBUNNEWS.COM)
Sumber: TribunSolo.com

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved