Minggu, 5 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Menelusuri Mistisisme Ajaran Sunan Kalijaga dalam Bait-bait Tembang Lingsir Wengi

Setiap tembang yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga memiliki makna dan misi penyebaran agama Islam di Tanah Jawa.

Editor: Choirul Arifin
WARTA KOTA/WARTA KOTA/NUR ICHSAN
MASJID KALI PASIR - Masjid Kali Pasir, yang merupakan bangunan masjid tertua di Kota Tangerang yang didirikan oleh Tumenggung Pamit Wijaya pada tahun 1576, Selasa (1)20/4/2021). Keunikan masjid ini mempunyai 4 tiang penyangga dari kayu jati yang salah satunya merupakan pemberian dari Sunan Kalijaga, sedangkan cungkup atap masjid yang berlokasi di Kampung Kali Pasir, Jalan Masjid Rt 01/04 Kelurahan Sukasari ini diberikan oleh Sultan Ageng Tirtayasa, yang secara kebetulan salah satu isterinya yaitu Ratu Siti Uria Negara di makamkan di lokasi ini. Salah satu daya tarik masjid yang lokasinya hanya 50 meter dari Kali Cisadsbe dan 100 meter dari Kelenteng Boen Tek Bio inI adanya makam keramat seorang ulama perempuan Nyai Ratu Hj Murtafiah, yang merupakan keponakan dari Dyeikh Nawawi Al Jawi Al Bantani, yang hingga kini masih diziarahi orang. Aktifitas ramadan di masjid ini tetap hidup sepanjang umur masjid tua ini. WARTA KOTA/NUR ICHSAN 

Sebuah kisah Sunan Kalijaga dalam buu karya Umar Hasyim (1982) menceritakan dalam suatu musyawarah, para wali telah sepakat mempertahankan alat musik gamelan dan seni Jawa lainnya sebagai salah satu alat dakwah, karena orang Jawa sangat menggemarinya.

Baca juga: Peran Walisongo dalam Persebaran Agama Islam di Tanah Jawa

Kemudian musyawarah ditutup dengan keputusan bahwa para wali hendaknya menciptakan lagu-lagu tembang Jawa.

Tembang-tembang ini menjadi pilihan karena merupakan budaya yang sudah ada sehingga dapat dijadikan sebagai sarana dakwah.

Setiap tembang yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga memiliki makna dan misi penyebaran agama Islam di Tanah Jawa.

Tembang Dangdanggula menggambarkan kehidupan manusia yang mencapai kebahagiaan, karena keinginnannya terwujud.

Kidung Rumekso ing wengi yang konon harus dibaca setiap selesai mengerjakan shalat malam dengan harapan dihindarkan dari malapetaka di malam hari seperti santet.

Lir Ilir yang konon sering dinyanyikan anak-anak sambil bermain di malam hari di gubah menjadi tembang yang sarat makna.

Dari beberapa tembang, yang cukup dikenal oleh masyarakat adalah Lingsir Wengi. Lagu ini sebenarnya sama-sekali tidak memiliki nuansa horor, justru sebaliknya, lirik tembangnya merupakan dakwah agama, kata-katanya mengandung kata cinta dan doa.

Lirik Lingsir Wengi yang asli oleh Sunan Kalijaga dalam Bahasa Jawa:

Lingsir wengi

Sepi durung biso nendro
Kagodho mring wewayang
Kang ngreridhu ati
Kawitane
Mung sembrono njur kulino
Ra ngiro yen bakal nuwuhke tresno

Nanging duh tibane aku dewe kang nemahi
Nandang bronto
Kadung loro
Sambat-sambat sopo
Rino wengi
Sing tak puji ojo lali
Janjine mugo biso tak ugemi
Bahasa Indonesia

(Saat menjelang tengah malam)
(Sepi tidak bisa tidur)
(Tergoda bayanganmu)
(Di dalam hatiku)
(Permulaannya)
(Hanya bercanda kemudian biasa)
(Tidak mengira akan jadi cinta)

(Kalau sudah saatnya akan terjadi pada diriku)
(Menderita kasmaran/jatuh cinta)
(Telanjur sakit)
(Aku harus mengeluh kepada siapa)
(Siang dan malam)
(Yang kupuja jangan lupakan)
(Janjinya kuharap tak diingkari)

Seperti halnya Kidung Rumekso Ing Wengi, Kidung Lingsir Wengi juga pada malam hari dengan harapan dihindarkan dari malapetaka.

Halaman
1234

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved