Sabtu, 4 Oktober 2025

Tribunners / Citizen Journalism

Fiqih dan Tasawuf seperti Satu Tarikan Nafas Tak Terpisahkan

Dikotomi semacam ini seharusnya tidak perlu terjadi, kalau bisa memahami bahwa kedua disiplin ilmu itu sesungguhnya merupakan anak kandung dari induk

Editor: Husein Sanusi
Istimewa
KH. Imam Jazuli, Lc. MA, Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon. 

Sedangkan, pada periode Madinah Rasulullah istilahnya mencapai pada tajalli. Secara etimologi, tajalli berarti pernyataan atau penampakan. Tajalli adalah terbukanya tabir yang menghalangi hamba dengan-Nya sehingga hamba menyaksikan tanda-tanda kekuasaan dan keagungan-Nya. Istilah lain yang memiliki kedekatan arti dengan tajalli adalah ma'rifah, mukasyafah, dan musyahadah. Semua itu menunjuk pada keadaan di mana terbuka tabir (kasful-hijab) yang menghalangi hamba dengan Allah Swt. Atau dalam arti lain, secara ruhani Rasulullah senantiasa ingat kepada Allah, namun beliau melengkapinya dengan aspek syariat. Itulah simbol takhalli, tahalli, dan tajalli yang dicontohkan oleh Rasulullah, dan ini dasar-dasar bertasawuf.

Karena itu, menurut As’ad al-Sahmarani, Nabi mengajarkan secara khusus kepada para sahabatnya, bagaimana agar mereka mempraktikkan secara bersama-sama, antara fiqih dengan inti ajaran tasawuf. Diantara yang paling terkemuka adalah Ali ibn Abi Thalib, yang menjadi garis penghubung antara Nabi dan hampir semua kelompok Tarekat Sufi melalui pengajaran secara rahasia (silsilah barzakhi) dari tiap-tiap generasi sufi sampai Nabi SAW. Selain Ali, ada pula Abu Bakar dan Salman al-Farisi yang kedua-duanya mempunyai peran penting dalam sejarah awal perkembangan ajaran tasawuf dan tarekat.

Di samping nama-nama sahabat di atas, masih banyak lagi para sahabat yang mengamalkan ajaran-ajaran tentang kesederhanaan, tawadlu’, dan amalan kerohanian yang lain. Semisal Umar ibn Khattab, Utsman ibn Affan, Khudaifah ibn al-Yaman, dan al-Barra` ibn Malik. Jadi inilah pentingnya belajar tasawuf disamping belajar fiqih. (As’ad al-Sahmarani, al-Tashawwuf; Mansya`uhu wa Mushtholahatuhu, Beirut: Dar al-Nafa`is, 1987, h. 82-104). Wallahu'lam bishawab.

*Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon.

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]

Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved