Tribunners / Citizen Journalism
Virus Corona
Hidupkan Suluh Pancasila dan Gagasan Bung Karno dalam Gotong Royong Penanganan Covid-19
Tidak ada salahnya kita sejenak berhenti untuk mengingat-ingat apa saja refleksi Pancasila juga gagasan Bung Karno untuk hari-hari kita sekarang.
Dalam situasi pandemi global COVİD-19 ini, terdapat tren de-globalisasi atau kecenderungan negara-negara menarik diri dari pergaulan internasional.
Bagi Indonesia, gagasan berdikari Bung Karno menjadi sangat relevan untuk setidaknya mendorong re-focusing kemandiran di bidang pangan, kesehatan, energi, keuangan, pertahanan, dan keamanan. Akan tetapi, tentu saja gagasan berdikari secara domestik ini juga saling menggenapi dengan gagasan Bung Karno untuk penguatan kerjasama global.
Dalam pidatonya di KAA 1955, Bung Karno pernah menegaskan, "No task is more urgent than that of preserving peace. Without peace our independence means little. The rehabilitation and upbuilding of our countries will have little meaning. Our revolutions will not be allowed to run their course..."
Tidak ada tugas yang lebih penting daripada memelihara perdamaian. Tanpa perdamaian kemerdekaan kita tak banyak faedahnya. Pemulihan dan pembangunan negeri kita akan sedikit sekali artinya. Revolusi-revolusi kita akan tidak mendapatkan kesempatan melanjutkan perjalanannya. Begitu kata Bung Karno.
Jadi inti gagasan Bung Karno ini dapat direfleksikan ke kebijakan Luar Negeri kita untuk tidak hanya melindungi anak bangsa Indonesia, tapi juga anak segala bangsa melalui diplomasi mendorong kerjasama global, mengutamakan internasionalisme perikemanusiaan, dan mengenyampingkan kompetisi (great power competition).
Upaya penanganan COVİD-19 tidak bisa hanya mengandalkan upaya domestik, tapi juga sangat ditentukan oleh keberhasilan diplomasi.
Hal ini mengingat karena vaksin akan menjadi Game Changer dan disinilah kemitraan global akan menjadi kunci Mengakhiri COVİD-19. Baik dalam skenario bantuan global (global aid) ataupun skenario ideal: solidaritas global (global solidarity).
Kuncinya nanti bagi Indonesia, bukan pemulihan ekonomi dan terhindar dari resesi mendalam (deep resession) atau sekedar faktor seberapa lama kita bertahan sambil menunggu waktu (time) penemuan vaksin, tapi kapasitas kita sebagai negara untuk mengembangkan diplomasi mendorong skenario kerjasama global dan solidaritas global.
Tanpa itu, akan ada perbedaan diantara negara-negara dunia dalam kemudahan mengakses vaksin. Sementara vaksin itu jadi salah satu faktor yang menentukan untuk mengakhiri pandemi, di negara manapun.
İndonesia dapat terus memainkan peran diplomasi agar negara besar seperti Amerika Serikat dan China menghadapi COVİD-19 bersama. Kita - Indonesia perlu terus menjalankan peran diplomasi agar keduanya tidak terjebak melanjutkan "Perang" dagang yang mereka lakukan sebelum masa COVİD-19.
Keduanya musti stop saling menyalahkan dan mengalihkan energinya untuk membentuk solidaritas global, yang pada akhirnya memberikan kemudahan dan kemurahan akses yang sama pada negara manapun terhadap vaksin.
Kelima, forecasting dari gagasan Bung Karno bahwa pada akhirnya eksistensi sebuah kebangsaan juga bergantung suksesjya perjuangan semesta, sedunia.
Bung Karno pernah menyatakan, "nationality can only be preserved upon a based which is larger than the nation itself." Kebangsaan kita hanya akan bisa berdiri tegak, jikalau bangsa itu berdiri di atas fondasi yang lebih besar dari bangsa itu sendiri.
Perkataan Bung Karno ini Saya anggap bagian dari sisi keyakinan beliau bahwa internasionalisme itu nyata mempengaruhi kondisi sebuah nasional.
İtu sekaligus juga forecast Bung Karno dan refleksi kekinian bahwa dalam beberapa situasi kebangsaan, kontribusi menciptakan kerjasama global sangat mempengaruhi nasib sukses tidaknya kita menangani persoalan level nasional.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.