Tribunners / Citizen Journalism
Ketika KPK Menjadi 'Anak Tiri' Jokowi
Pemberantasan korupsi mendukung investasi yang digalakkan Jokowi atau tidak?
Kini KPK punya Dewan Pengawas. Bila mau melakukan penyadapan, KPK harus izin dulu ke Dewan Pengawas ini. Implikasinya, Operasi Tangkap Tangan (OTT) pun akan sulit dilakukan KPK.
Padahal sebelumnya KPK gencar melalukan OTT. Sepanjang Januari 2019 hingga kini, KPK sedikitnya sudah melakukan 21 kali OTT.
KPK juga diberi kewenangan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), yang sebelumnya dilarang. SP3 ini memungkinkan penyidik dan pimpinan KPK "main mata" dengan tersangka.
Dengan memiliki kedua hal itu, yakni Dewan Pengawas dan SP3, kini posisi KPK seperti lame duck (bebek lumpuh), kalau tidak boleh dikatakan menjelma menjadi batu.
Bila Presiden Jokowi menargetkan angka kemiskinan mendekati nol persen pada 2045, sekarang baru sekitar 9 persen, mengapa ia seakan abai terhadap pemberantasan korupsi?
Pun, bila Presiden Jokowi mau menggenjot investasi, mengapa pula ia seakan abai terhadap pemberantasan korupsi?
Ataukah memang ia menganggap pemberantasan korupsi justru menghambat dan mengganggu investasi seperti pernah disuarakan Moeldoko?
Berbagai lembaga survei menyatakan, salah satu faktor iklim investasi yang baik ialah soal penegakan hukum, dan pemberantasan korupsi termasuk di dalamnya.
Salah satu faktor yang memengaruhi investasi adalah kepastian hukum, dan dalam kepastian hukum itu ada pemberantasan korupsi.
Meski KPK gencar melakukan OTT, tapi realisasi investasi tidak mengalami penurunan.
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sepanjang Semester I/2019 realisasi investasi sebesar Rp 395,6 triliun. Realisasi ini tumbuh 9,4 persen dibanding periode yang sama tahun lalu, yakni Rp 361,6 triliun.
Secara persentase, peningkatan investasi kali ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan 2018 yang tumbuh 7,4 persen.
Dari sisi porsi realisasi, jumlah pencapaian investasi semester I/2019 ini setara dengan 49,9 persen dari target sepanjang tahun ini yang mencapai Rp792 triliun.
Praktik korupsi juga menciptakan ekonomi berbiaya tinggi atau high cost economy yang membebani pelaku ekonomi.
Kondisi ekonomi berbiaya tinggi ini berimbas pada mahalnya harga barang dan jasa pelayanan publik karena harga yang ditetapkan harus dapat menutupi kerugian pelaku ekonomi akibat besarnya modal yang dikeluarkan karena korupsi.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.