Tribunners / Citizen Journalism
LHKPN: Kontradiksi Peraturan Buatan Manusia dan Norma Agama
Dharma sendiri sebetulnya sudah menyetor LHKP ke KPK pada 13 Maret 2019. Tapi ia berpandangan aturan dan sistem LHKPN ini harus diperbaiki.
Dalam catatan penulis, Dharma pernah ikut seleksi capim KPK tahun 2011 (waktu masih berpangkat AKPB), lalu mendaftar lagi tahun 2015 (berpangkat Kombes), tapi tidak lolos.
Hebatnya, Dharma ikut lagi pada seleksi capim KPK tahun 2019 ini, setelah menyandang bintang dua di pundaknya. Sepertinya ia punya obsesi tersendiri di lembaga pemberantas korupsi tersebut.
Bahwa Buwas dan Dharma sekarang punya posisi cukup bergengsi di luar kepolisian barangkali karena nasibnya memang baik. Tapi bisa jadi karena Presiden Jokowi, yang punya kewenangan tertinggi dalam mutasi dan promosi jabatan, dapat informasi tersendiri tentang sosok kedua perwira tinggi polisi.
Buwas dulu kalah bersaing di bursa calon Kapolri, tapi belakangan malah dijadikan Kabulog oleh Jokowi. Di posisi ini Buwas masih kelihatan aslinya, out spoken dan secara frontal melawan kebijakan impor beras yang diberlakukan Menteri Perdagangan. Faktanya, setelah Buwas masuk Bulog, stok dan harga beras relatif stabil hingga hari ini. Nampaknya Jokowi memang tidak salah dalam memilih Buwas.
Dharma meski tidak pernah jadi Kapolda dan jarang muncul di media, sebulan lalu dipromosikan Jokowi sebagai Waka BSSN. Dharma sekarang berusi 53 tahun, masih punya kesempatan berkarir 5 tahun lagi di kepolisian.
Dharma diangkat Jokowi sebagai Wakil Kepala BSSN setelah mendaftar menjadi capim KPK. Apakah ini sebuah bentuk dorongan agar Dharma bisa menjadi pimpinan KPK, atau ada rencanana lain? Hanya Jokowi yang tahu.
Catatan berikutnya, ayah Buwas adalah Dangir Marwoto, seorang prajurit Kopassus TNI-AD dengan pangkat terakhir kolonel.
Ada pun ayah Dharma adalah Marthen Pongrekun, seorang jaksa karir dengan jabatan terakhir Jaksa Agung Muda Pembinaan. Dari latar belakang keluarganya, sudah jelas kedua perwira ini berdarah aparatur negara.
Mengapa Mereka Mempersoalkan LHKPN?
Tidak banyak pejabat di Indonesia yang berani mempersoalkan kebijakan KPK tentang aturan wajib menyetor LHKPN ini. Karena bisa jadi mereka akan disorot KPK dan para aktivis anti-korupsi.
Awal Maret 2019, Wakil Ketua DPR. Fadli Dzon pernah mengusulkan agar KPK menghapus aturan LHKPN dan fokus kepada pemeriksaan harta kekayaan penyelenggara negara melalui data pajaknya. Tapi akibatnya Fadli dibully oleh buzzer pendukung KPK.
Menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, usulan Fadli tersebut tidak bisa dilaksanakan karena SPT (Surat Pemberitahauan Tahunan) Pajak sifatnya sangat rahasia dan tidak bisa diakses semua orang.
Sedangkan LHKPN ditujukan agar kepemilikan harta seorang penyelenggara negara bisa dicek dan diklarifikasi kebenarannya.
Argumen pejabat KPK ini sebetulnya mudah disangkal. Dalam pembuktian tindak pidana korupsi sebetulnya KPK bisa meminta akses ke rekening tersangka korupsi. Dasar hukumnya adalah pasal 12 huruf c UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
Disebutkan dalam pasal tersebut bahwa KPK dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi berwenang meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan uang tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.