Tribunners / Citizen Journalism
Stasiun MRT Lebak Bulus, Akhir Sebuah Perlawanan?
Bagi mereka yang jeli mengawal informasi, peristiwa pertemuan Prabowo-Jokowi di MRT Lebak Bulus hari ini tak mengagetkan
Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
Ramai! Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan situasi dan perasaan para pendukung pasca pertemuan Prabowo dengan Jokowi. Kaget, kecewa, bahkan tak sedikit yang marah. Lalu lintas medsos padat dengan meme, gimic dan tulisan yang nadanya seragam: "Goodbye Jenderal".
Bagi mereka yang jeli mengawal informasi, peristiwa pertemuan Prabowo-Jokowi di MRT Lebak Bulus hari ini tak mengagetkan. Terutama bagi mereka yang biasa mengintip dapur belakangnya BPN. Tak ada yang mendadak, tiba-taba dan mengejutkan. Semua berjalan secara terencana dan sistematis.
Baca: Jokowi dan Prabowo Bertemu, Amien Rais Tak Tahu

Kita awali pada sikap Prabowo usai pemungutan suara tanggal 17 april. Malamnya langsung komferensi pers mengumumkan kemenangannya. Konsolidasi dengan BPN, partai koalisi, para tokoh dan ulama solid. Hari-hari kemudian rumah Prabowo di Kertanegara no 4 ramai para pendukung. Kordinasi terus jalan.
Satu kata: point of no return. Yakini kemenangan. Maju terus, dan tak ada kata mundur. Gerakan kedaulatan rakyat menjadi tema perjuangan. Tolak bertemu dengan elit istana. Tak akan ambil jalur ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sampai disini, Prabowo dengan semua elemen pendukung satu barisan dalam perjuangan. Sangat solid. Timbul tenggelam bersama rakyat. Itulah mutiara kata yang keluar dari lidah jenderal bintang tiga ini.
Sampai tiba saatnya, ada perubahan haluan. Prabowo ajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Drama ke MK sempat diwarnai konflik sejumlah tim hukum.

Kubu Bambang Widjajanto vs kubu Dasco. Meski akhirnya bisa diselesaikan dengan menyisakan beberapa catatan. Terutama oleh Amien Rais, tokoh yang cukup berpengaruh di BPN.
Tidak saja ke MK, Prabowo juga meminta, bahkan membuat video yang berisi instruksi kepada semua pendukungnya agar tidak demo ke MK. Cukup di rumah dan berdoa. Dan instruksi ini harus ditaati. "Sami'na wa atha'na".
Kendati Prabowo membuat instruksi larangan ke MK, para ulama, tokoh dan pendukung tetap turun aksi ke MK. Apa artinya? Prabowo dan para pendukung sudah jalan sendiri-sendiri. Tak lagi ada kordinasi dengan para ulama dan tokoh. Disinilah persimpangan jalan itu dimulai.
Peristiwa ini menunjukkan begitu nyata bahwa Prabowo tak lagi bersama dan satu barisan dengan para pendukung dan simpatisannya.
Santer kabar bahwa video larangan aksi ke MK dari Prabowo dibuat setelah mantan danjen kopassus ini berjumpa dengan sejumlah elit istana. Ada deal? Yang pasti kalau mereka bertemu tidak mungkin sekedar menikmati secangkir kopi.
Kordinasi sama PKS? Kecil kemungkinan Prabowo tak berkomunikasi dengan sekutunya, yaitu PKS. Partai yang lima tahun menemani Gerindra sebagai oposisi. Suka duka bersama. Dan sudah bisa ditebak, apa keputusan PKS? Tetap memilih oposisi. No negosiation. Oposisi harga mati. Keputusan ini bisa dibaca dari semua jubir PKS yang satu suara di media.
Cukup dengan cerita ini, mestinya publik tak perlu kaget ketika MK membacakan amar putusan (27/6/2019). Dan tak perlu kaget juga jika Prabowo ketemu Jokowi hari ini (Sabtu, 13/7/2019). Biasa aja kali!

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.