Tribunners / Citizen Journalism
Pichacao, Catatan Kecil tentang Rio de Janeiro
Juga bukan tentang ketegangan saya menonton final dari tribun level 3 Stadion Maracana Rio de Janeiro saat Brasil menang 3-1 atas Peru.
Kembali ke soal grafiti, pemerintah kota hingga federal Brasil pusing dengan situasi ini.
Tak ada yang tahu pasti kapan vandalism ala Rio ini mulai terjadi. Beberapa mahasiswa magister dan doktoral dari berbagai universitas di Rio secara khusus meneliti soal ini.
Begitu mengganggunya perilaku vandalism ini sehingga setiap negara bagian memiliki UU yang melarang aksi coret-coret ini (Patrimonio Publica).
Lucunya, semakin keras pemerintah setempat melarang semakin riuh pula kota oleh coretan.
Tampaknya pelarangan ini tak akan berdampak banyak sebab secara hukum pelaku yang tertangkap tangan melakukan aksi yang mereka lakukan saat malam dan dini hari hanya dicatat identitasnya lalu dilepaskan.
Pemerintah kota bahkan membuat larangan penjualan pilox kepada anak-anak dibawah umur sebagai langkah pencegahan perilaku vandalism usia dini.
Diyakini banyak pihak bahwa grafiti-grafiti ini dilakukan secara terorganisasi dalam kelompok-kelompok.
Setiap kelompok memiliki identitas sendiri-sendiri yang bisa diketahui dari model dan jenis gambar masing-masing.
Terdapat semacam kode etik tak tertulis diantara kelompok pencoret kota ini.
Jarang terjadi sebuah grafiti ditimpa gambar lain.
Mereka yang ingin menggambar di tempat yang sama akan mencorat-coret disamping coretan yang telah ada sebelumnya.
Ini sekaligus meninggalkan catatan kepada kelompok sebelumnya jika mereka juga mampu atau telah hadir disitu.
Yang mencengangkan persaingan antar kelompok ini untuk mencoreti atau menggambari dinding-dinding yang sangat sulit untuk dicapai.
Dalam perjalanan dari bandara Internasional Rio de Janeiro ke pusat kota, saya awalnya memahami gambar-gambar dengan pola acak yang tertera di hampir semua dinding sepanjang perjalanan sebagai cap dari perusahaan yang mendirikan bangunan tersebut.
Atau semacam gambar permanen pada lempengan keramik. Tapi saya menjadi tak yakin sebab polanya tak konsisten. Sebuah hotel berlantai 15 tercoret grafiti dari bawah hingga ke dinding lantai paling atas.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.