Tribunners / Citizen Journalism
Tegakkan Konstitusi, Tolak Pembatalan Pembatasan Masa Jabatan Wapres
Pengajuan tersebut dilakukan melalui kuasa hukum kami "INTEGRITY (Indrayana Centre for Government Constitution and Society)".
Dalam hal ketentuan hukum yang sudah terlalu jelas dan tegas demikian berlaku tegas dan jelas demikian berlaku asas hukum “in claris non fit interpretatio”. Artinya, atas suatu ketentuan yang sudah jelas jangan ditafsirkan kembali.
c.Dengan menggunakan penafsiran historikal, maksud pembatasan jabatan juga berlaku untuk wakil presiden, bukan hanya bagi presiden. Di dalam sejarah perumusannya, semangat yang ada, baik dalam TAP MPR XIII/1998 tetang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI ataupun Perubahan Pertama Pasal 7 UUD 1945, adalah baik presiden maupun wakil presiden tidak dapat menjabat lebih dari dua kali masa jabatan alias paling lama sepuluh tahun, tidak perduli dua kali masa jabatan tersebut berturut-turut ataupun tidak berturut-turut.
d. Mengacu pada penafsiran original intent, risalah pembahasan perubahan UUD 1945 tahun 1999-2002 (Buku Keempat, Kekuasaan Pemerintah Negara Jilid I, halaman 472 – 486), menegaskan masa jabatan wakil presiden maksimal dua periode, atau paling lama sepuluh tahun, tidak terpengaruh apakah berturut-turut ataupun bersela sekalipun. Semua fraksi di MPR mengusulkan pembatasan berlaku bagi keduanya, karena semuanya menggunakan frasa “Presiden dan Wakil Presiden”.
e. Mengacu penafsiran secara konseptual, Pihak Terkait Jusuf Kalla mendalilkan Wakil Presiden hanya pembantu presiden yang tidak memiliki kekuasaan pemerintahan, yang punya kekuasaan adalah presiden sehingga yang patut dibatasi masa jabatannya adalah presiden. Konsep ini bisa diperdebatkan karena argumentasi lain mengatakan, kekuasaan pemimpin pemerintahan memang ada pada presiden, tetapi wakil presiden, menteri dan pejabat negara yang lain, tentu saja tetap mempunyai kekuasaan dan kewenangan masing-masing. Demikian pula tentu ada kewenangan yang melekat pada kepala daerah, yang menurut Putusan MK Nomor 8 Tahun 2008 dan Nomor 22 tahun 2009, jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota juga dibatasi hanya untuk maksimal 2 (dua) periode jabatan, atau paling lama 10 (sepuluh).
f. Ihwal pembatasan jabatan wakil presiden ini juga bisa menggunakan metode komparasi dengan di negara-negara lain. Kami, Para Pihak Terkait dapat memastikan hampir seratus persen negara-negara dengan sistem presidensial mengatur pembatasan wakil presiden dalam satu tarikan napas, alias sama, dengan presidennya.
3. Berdasarkan argumentasi-argumentasi di atas, kami meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk:
a. Menyatakan permohonan tidak dapat diterima (niet ontvantkelijk verklaard) karena Mahkamah Konsitusi tidak berwenang melakukan pengujian permohonan a quo yang pada kenyataannya jika dikabulkan akan mengubah Pasal 7 UUD 1945, dan karenanya merupakan kewenangan MPR.
b.Atau, jikapun Mahkamah Konstitusi menganggap memiliki kewenangan menguji permohonan a quo, menyatakan menolak permohonan pemohon PERINDO ataupun Pihak Terkait Jusuf Kalla untuk seluruhnya, karena pasal 169 huruf n dan penjelasannya, maupun pasal 227 huruf i UU Pemilu tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Jakarta, 30 Juli 2018
Pihak Terkait:
1. Titi Anggraini, S.H., M.H.
2. Dr. Bayu Dwi Anggono, S.H., M.H.
3. Feri Amsari, S.H., M.H., LL.M.
4. Dr. Agus Riewanto
5. Dr. Jimmy Zeravianus Usfunan, S.H., M.H
6. Oce Madril, S.H., M.A.Gov.
Kuasa Hukum PIhak Terkait/INTEGRITY:
1. Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D.
2. Dra. Wigati N. P, S.H., LL.M.
3. Zamrony, S.H., M.Kn.
4. Harimuddin, S.H.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.