Tribunners / Citizen Journalism
Hakim MK Ditangkap KPK
Patrialis Ditangkap dan Antasari Diundang Jokowi ke Istana: Pukulan Telak untuk SBY
Sebangsa hook yang menyengat atau jab yang tajam. SBY pun 'terhuyung'. Apalagi kemudian datang satu upper cut dari Istana Negara.
Mereka menyebut Keppres Nomor 87 Tahun 2013 tentang Pengangkatan Patrialis Akbar dan Maria Farida sebagai Hakim MK cacat hukum karena dalam prosesnya tidak transparan dan partisipatif. Proses ini juga tidak didahului penggodokan oleh DPR dan tidak pula dipublikasikan kepada masyarakat.
PTUN kemudian mengabulkan gugatan tersebut dan memerintahkan agar Keppres Nomor 87 Tahun 2013 dicabut. Patrialis bereaksi. Pemerintah bereaksi. Presiden SBY juga bereaksi.
Keputusan PTUN mereka sikapi dengan banding dan berhasil. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN), pada Juli 2014, membatalkan keputusan PTUN dan Patrialis sah menjabat Hakim MK sampai masa kerjanya berakhir di tahun 2018.
Lantas hari-hari pun berlalu. Patrialis Akbar menjadi bagian dari banyak perkara penting yang menyita perhatian luas di negeri ini.
Baca: Kalau Patrialis Akbar Diberhentikan dengan Tidak Hormat, Jokowi Harus Segera Cari Figur Pengganti
Di antaranya tentu saja gugatan pasangan Prabowo Subiyanto dan Hatta Rajasa terkait hasil Pemilu Presiden 2014. Dan Patrialis, sejauh itu, "bermain aman". Tak ada keputusan kontroversial yang lahir darinya.
Di luar itu, walau tak radikal-radikal amat, terjadi perubahan pada penampilannya. Patrialis yang necis semasa masih menjadi politisi PAN, anggota DPR dan menteri, tidak lagi melulu mengenakan jas dan kemeja yang serba mengkilap. Dia mulai memelihara janggut. Lumayan panjang dan lebat. Dia juga sering menjadi pembicara dalam acara-acara keagamaan.
Perubahan ini tentu tak jadi soal. Tak perlu dibahas unsur-unsur yang mendorongnya apalagi sampai diukur tingkat keseriusan dan keikhlasannya. Bahwa ternyata kemudian Patrialis ditangkap KPK karena diduga terlibat kongkalikong yang merugikan negara, dan penangkapan itu sendiri konon dilakukan di satu hotel di satu kawasan yang terkenal sebagai kawasan "lampu merah" di Jakarta, saya kira itu persoalan lain.
Kita tidak bisa menilai, apalagi memvonis, Patrialis telah melakukan penistaan terhadap janggutnya atau terhadap kata-kata dalam ceramah-ceramahnya atau terhadap agamanya, sebab ini hak prerogatif Tuhan.
Hanya Tuhan yang dapat menilai dan memvonis apakah Patrialis termasuk ke dalam golongan orang-orang munafik atau tidak.
Baca: Dijadikan Tersangka Kasus Suap, Patrialis Akbar: Bagi Saya Ini Ujian
Namun bagi SBY, penangkapan Patrialis jelas-jelas pukulan telak. Penangkapan yang membuktikan setidaknya dua hal: (1) SBY mengangkat orang yang salah dengan keppres yang salah; dan (2) SBY ngotot mempertahankan dua kesalahannya.
Pukulan ini sangat menyakitkan. Sebangsa hook yang menyengat atau jab yang tajam. SBY pun "terhuyung". Apalagi kemudian datang satu upper cut dari Istana Negara. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengundang Antasari Azhar, setelah sebelumnya mengabulkan permohonan grasi yang diajukan mantan Ketua KPK itu.
Upper cut yang sungguh ganas. Perpaduan upper cut Manny Pacquaio dan Connor McGregor. Pasang surut hubungan Antasari dan SBY telah lama jadi konsumsi publik.
Walau tidak pernah diungkap secara eksplisit, kita tahu masih ada yang tersembunyi dari kasus pembunuhan seorang pengusaha bernama Nasruddin Zulkarnain yang menyeret Antasari ke balik bui.
Baca: Patrialis Akbar: Saya Dizalimi
Banyak yang tidak percaya Antasari terlibat. Banyak yang tidak percaya Antasari dapat bertindak senekat dan sebodoh itu: memerintahkan pembunuhan cuma gara-gara kecemburuan atas seorang caddy golf yang tidak terlalu cantik.
Banyak yang --diam-diam atau terang- terangan-- menghubung-hubungkan peristiwa itu dengan peristiwa pengungkapan kasus korupsi di Bank Indonesia yang berakhir pada pemenjaraan Aulia Pohan, besan SBY. Juga dugaan kasus kecurangan Pemilu 2009 yang dimenangkan SBY-Budiono. Istilah sekarangnya, Antasari Azhar dikriminalisasi.
Sumber: Tribun Medan
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.