Tribunners / Citizen Journalism
Kadin: Keputusan Direksi Pelindo II Menaikan Tarif Progresif di Tanjung Priok Ngawur
Kadin sangat menyayangkan pernyataan Pelaksana tugas (Plt) Dirut Pelindo II Dede R Martin yang menegaskan bahwa penerapan tarif progresif atau pinalti
Kemudian Inov merujuk sejumlah biaya-biaya tambahan. Untuk pelayanan jasa peti kemas isi, baik ekspor maupun impor sebesar antara Rp 65.000/box – Rp 75.000/box yang dipungut oleh para terminal di Pelabuhan Tanjung Priok.
Untuk pemindahan lokasi kontainer sekitar Rp 3 juta per kontainer 40 feet dengan rinciannya biaya trucking, lift off lift on dan biaya-biaya lainnya tapi belum termasuk biaya cost recovery.
“Jadi kebayang kan berapa mahalnya biaya yang mesti dikeluarkan para pelaku usaha. Sudahlah jangan terus membodohi dan tidak bertanggung jawab seperti itu. Lebih baik, kita duduk bersama. Toh selama ini beleid
tersebut tidak tersosialisasi dengan baik, apalagi belied ditetapkan disaat kursi Dirut Pelindo II dan otoritas pelabuhan vakum."
Selanjutnya menurut Rico, Kadin juga memiliki data yang rinci soal cost-cost yang mesti dikeluarkan para pelaku usaha yang bersentuhan dengan Pelabuhan Tanjung Priok.
"Jadi, jelas sekali pernyataan Plt Dirut Pelindo II tidak bisa dipertanggung jawabkan, jangan demi mengejar dwelling time, lantas membuat peraturan kenaikan tarif tanpa memperhatikan daya saing kita di dalam negeri. Keputusan seperti ini sangat melukai keadilan ekonomi dan bukan win-win solution."
Rico kembali mengemukan dan mengingatkan Pemerintah bahwa tarif THC di Pelabuhan Tanjung Priok terbilang paling mahal di ASEAN.
Tercatat tarif THC dan penumpukan di Tanjung Priok tersebut sebesar US$ 95 (20 feet) dan US$ 145 (40 feet). Di Bangkok sebesar US$ 53 (20 feet) dan US$ 85 (40feet). Di Vietnam US$ 46 (20 feet) dan US$ 69 (40 feet). Port Klang, Malaysia US$ 76 (20 feet) dan US$ 113 (40 feet).
“Tarif ini membuat Indonesia tidak bisa sekompetitif negara lainnya di Asean. Semakin parah ketika birokrasi kita juga sangat amburadul,” ujarnya.
Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia Bidang Logistik dan Pengelolaan Rantai Pasokan, tak berlebihan jika Kadin mewakili pengusaha meminta agar beleid tersebut dicabut.
“Sebaiknya dicabut dan dibatalkan serta dikembalikan ke aturan sebelumnya,” tandasnya.
Beleid sebelumnya menyebutkan bahwa untuk proses bongkar pada hari ke- 1 hingga ke-3, free charge alias gratis.
Sedangkan untuk penumpukan kontainer di hari ke-4 sampai ke-7 dikenakan tarif 500 persen dan di atas 7 hari sebesar 700 persen.
Rico menegaskan, bahwa hal ini untuk kepentingan bersama dengan semangat yang sama memajukan Ekonomi, dan KADIN merupakan mitra pemerintah di bidang perekonomian sebagaimana yang telah di atur dalam UU Kadin No.1/1987, bahkan tidak hanya mengkritisi namun Kadin siap memberikan
solusi permanen atas dwelling time di Tanjung priok tanpa mengorbankan kenaikan biaya logistik apabila Pelindo tidak mampu mengatasi dwelling time.
Bahkan KADIN juga mengusulkan kepada pemerintah mengapa tidak melibatkan pihak swasta dalam mengelola pelabuhan.
Terakhir, perlu diketahui oleh pemerintah bahwa Kadin akan terus mendukung harapan pemerintahan Presiden Jokowi untuk menurunkan dwelling time.
Kadin menyerukan kepada semua elemen birokrasi pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla harus bisa kompak dan bekerjasama untuk menyelesaikan isu-isu ekonomi yang membuat kita sulit bersaing di dalam negeri dan luar negeri.
"Untuk itu aturan itu harus dicabut."
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.