Tribunners / Citizen Journalism
Mengantisipasi Resesi Ekonomi 2016
Belum juga kita dalam kecepatan penuh menjalani kehidupan awal 2016, Indonesia sudah terancam dihempas resesi ekonomi dunia
Oleh AS, soal suku bunga dan inflasipun dimanfaatkan sebagaimana terbukti dunia menanti-nanti kebijakan the Fed untuk kenaikan bunga bank sentral AS (fed fund rate).
Sementara inflasi akan mengekor melalui salah satu atau kumulasi dari tiga hal itu yang akibatnya adalah kenaikan harga-harga bagi negara yang memiliki ketergantungan impor untuk memenuhi
kebutuhan pasar domestiknya.
Konstruksi ini menunjukkan, AS sebagai “penguasa ekonomi dunia” tidak ingin bernasib seperti Jepang yang ekonominya disalib oleh RRC dari segi volume (PDB) dan daya tawar.
Selain mengguncang RRC, AS bahkan juga “memukul” Rusia, Arab Saudi, Venezuela, dan Brazil. Atau menghentak “saudaranya” sendiri, seperti Kanada, Australia dan Inggris, bahkan
menyentil sahabat dekatnya, Singapura dan Korea Selatan.
Ini terlihat pada indeks persaingan global dan indeks kreativitas global yang dirilis WEF. Dalam bahasa yang lain, AS nyaris menggunakan kekuatan penuh guna memenangkan perang ekonomi sejak 2009 hingga saat ini.
Tekad ini lagi-lagi tersurat dalam National Security Strategy of USA yang ditandatangani Presiden AS Obama pada Februari 2015. Dalam dokumen itu, AS menyatakan bahwa ekonomi AS adalah mesin pertumbuhan ekonomi dunia dan sekaligus merupakan sumber
stabilitas perekonomian global.
Artinya, jika kepentingan ekonomi politik dan militer AS terganggu, maka AS mampu melakukan penurunan putaran mesin ekonomi dunia sekaligus membuat ketidak stabilan ekonomi belahan negara manapun.
Yang tidak habis pikir, tiba-tiba Korea Utara mengumumkan kepemilikan bom atom yang didahului dengan peluncuran Satelit RRC ke orbit untuk berbagai kepentingan.
Seperti saya rilis sejak 2009, hampir semua dimensi kehidupan manusia di dunia masuk dalam ajang pertarungan berpijak pada keserakahan dan tekad menjadi dominan.
Bagi Stiglitz, Krugman, PA Diamond, dan T Piketty, hal itu akan melemahkan perekonomian itu sendiri sehingga berbuah ketimpangan di semua dimensi kehidupan (Lihat kajian Universitas Stanford terakhir, 20 jenis ketimpangan di AS).
Bagi Indonesia yang dari segi PDB berada di ekor G-20, sebenarnya bisa mempengaruhi situasi global, minimal regional. Ibarat ekor binatang-binatang buas bertenaga, Indonesia mampu mempengaruhi kekuatan “binatang” itu untuk bertahan dan memenangkan pertarungan dari situasi “survival of the fittest”, siapa yang unggul, dialah yang bertahan.
Caranya bukan dengan menempatkan diri sebagai obyek, tapi sebagai subyek-obyek, obyek-subyek. Saya menyebut posisi ini sebagai close-open circuit system.
Dengan posisi ini, darah (sebagai kata ganti uang, atau utang luar negeri) tidak boleh dipasok dari pihak luar. Darah harus mengalir karena kerja otot dan syaraf sehingga melahirkan ketahanan dan pertahanan diri.
Artinya, tidak semua sektor harus terbuka, tidak semua sektor harus tertutup. Analisis strategis-lah yang menentukan kebijakan untuk terbuka-tertutup, tertutup-terbuka.
Dalam Perspektif ini, Indonesia harus mendayagunakan kelebihannya pada letak geografi untuk geopolitik ekonomi (termasuk garis pantai kedua di dunia), luas wilayah, jumlah penduduk, dan kekayaan sumberdaya alam.
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.