Tribunners / Citizen Journalism
Antara Asap dan Sepakbola
Saya ingin kutipkan rangkuman beberapa pernyataan kegalauan atau pada intinya adalah empati dari sahabat-sahabat di Riau
Editor:
Toni Bramantoro
Waktu itu presiden antara lain menyatakan, "Daripada timnas juga tidak pernah berprestasi saya rasa masyarakat setuju jika kita lakukan upaya-upaya perbaikan organisasi sepakbola ini".
Pertanyaannya, perbaikan apa yang telah dilakukan? Rencana revitalisasi organisasi cenderung membuat sepakbola nasional ke titik nadir.
Kantor Kemenpora dan tim bentukannya, yakni Tim Transisi, terlihat kian jemawa dengan usaha-usaha penghancuran kepengurusan yang sudah dilegalisasi oleh FIFA. Usaha-usaha 'mengusir' La Nyalla Mattalitti dari kursi 'PSSI-1' periode 2015-2019 berpotensi memperparah keadaan.
La Nyalla terpilih sebagai Presiden PSSI 2015-2019 melaui KLB 18 April di Surabaya yang sah dan legal, baik secara hukum dan administratif, de jure dan de facto. KLB dihadiri hampir seluruh pemilik suara (voters).
Jika kemudian Tim Transisi bentukan Kantor Menpora memaksakan KLB ulang, seperti yang direncanakan, apa pula landasan legalitas atau dasar hukumnya?
Berkaca pada apa yang sudah terjadi dibelakang, termasuk pada era perseteruan PSSI dan KPSI, sangat mungkin Tim Transisi tengah menerapkan "moral hazzard' pada stakeholders sepakbola nasional.
Bedanya, saat perseteruan antara PSSI dan KPSI, unsur penyebabnya adalah karena adanya kebijakan PSSI pimpinan duet Djohar Arifin Husin-Farid Rahman yang didukung oleh Arifin Panigoro dengan membuat tatanan kompetisi baru yang tidak sepenuhnya berlandaskan sistem piramida, yang sudah berlaku universal.
Langkah destruktif Tim Transisi yang paling nyata saat ini adalah dengan membuat kebijakan baru mengenai kompetisi sepakbola Pra PON.
Semua Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI dilarang menggelar kompetisi Pra PON. Semua harus dibawah koordinasi Tim Transisi.
Dalam konteks ini, patut diapresiasi sikap tegas pimpinan KONI Pusat yang tetap bersikap bahwa kompetisi sepakbola Pra PON tetap berada dibawah tanggung-jawab PB PON. Bukan Tim Transisi.
Tegasnya, Tim Transisi bukan bagian dari Pra PON dan PB PON. Babak kualifikasi kompetisi seluruh cabor pelaksananya adalah PB/PP/federasi cabor masing-masing, termasuk perangkatnya. KONI Pusat berada dalam satu wadah organisasi yang disebut PB PON itu.
Artinya, apabila Tim Transisi tiba-tiba ingin mengambil-alih pelaksanaan pertandingan sepakbola Pra PON, itu sudah menyalahi aturan yang selama ini sudah berjalan.
Sikap tegas Ketua Umum KONI Pusat Tono Suratman ini patut diapresiasi. Tono terbukti sangat memahami 'rule of the game'-nya.
Tidak seperti mereka yang berada di Tim Transisi, yang terkesan terus jemawa karena seperti mendapat 'durian runtuh' menjadi 'pengadil' sepakbola nasional.
* Tubagus Adhi Pecinta Sepakbola Nasional
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email [email protected]
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.