Jumat, 3 Oktober 2025

Wisata Jatim

Hangatnya Warkop di Surabaya, Sering Dicurhati Pelanggan

“Anda lihat sendiri kan, saya tidak sekadar berjabat tangan tetapi juga menanyakan kabar dan kenapa pelanggan lama tidak datang."

Editor: Mohamad Yoenus
Nova/Gandhi
Warkop Stadion di Surabaya selalu ramai pengunjung dari berbagai kalangan. 

Faktor keempat yang jadi kunci utama adalah kedekatan dan keramahtamahan kepada pembeli.

“Meski semua unsur tadi memadai, tapi kalau yang jual tidak menyenangkan, pasti tidak ada yang datang. Kalaupun datang cuma sekali, lain waktu dia kapok,” ujar Nurul.

Bahkan, tak sekadar ramah, tetapi Nurul juga melakukan pendekatan personal kepada pelanggannya.

Menurutnya, orang datang ke warkop biasanya tidak sekadar mau makan atau minum kopi saja tetapi untuk mencari teman ngobrol setelah seharian menjalani runtinitas.

“Anda lihat sendiri kan, saya tidak sekadar berjabat tangan tetapi juga menanyakan kabar dan kenapa pelanggan lama tidak datang. Ini untuk menunjukkan bahwa kami memiliki kedekatan emosional. Dengan demikian, pelanggan akan merasa ada sesuatu yang hilang apabila tidak datang kemari,” ungkapnya.

Tak jarang, pelanggan juga rela berbagi persoalan pribadi.

“Memang kadang kita tidak bisa memberi solusi, tapi mau mendengarkan saja sudah bisa meringankan beban pikiran mereka. Kadang saya merasa, warung saya ini juga merangkap sebagai lembaga konsultasi psikologi,” ujar Nurul sambil tertawa geli.

Bagi Nurul, hal-hal seperti di atas merupakan faktor yang akan membantu mendongkrak daya saing dengan warkop lain.

“Kalau bersaing soal harga, jelas tidak mungkin. Sebab rata-rata harga di satu warkop dengan warkop lain nyaris sama. Paling beda tipis," ujarnya.

"Misalnya kopi secangkir Rp 2.500 sampai Rp 3.000, begitu pula nasi bungkus atau kue,” cerita Nurul yang menyediakan teve dan wifi bagi pelanggan meski ia mengaku kurang menguntungkan.

“Pelanggan cenderung nongkrong lama hanya untuk menikmati wifi saja. Ibaratnya, minum segelas kopi tetapi nongkrongnya berjam-jam. Ha ha ha.”

Nurul kini memetik hasil kerja kerasnya. Ia memiliki 20 warkop dengan 38 karyawan. Omzet per hari mencapai Rp 20 juta.

Untuk masing-masing lokasi, Nurul memakai sistem kontrak dengan pemilik tanah. Harga kontrak pun bervariasi, tergantung lokasi.

“Ada lokasi yang yang kontraknya jutaan sampai belasan juta per tahun. Kalau lokasi bagus, saya biasanya langsung kontrak 10 tahun,” katanya.

Dengan jumlah warkop yang ada saat ini, Nurul memiliki seorang tenaga “audit” yang tugasnya berkeliling dari satu warung ke warung lain, menghitung makanan dan kue yang habis.

“Meski sekedar warung kopi kalau ingin berkembang perlu manajemen yang serius,” kata Nurul yang ingin terus mengembangkan jumlah warkop agar bisa menyerap tenaga kerja lebih banyak. (*)

Sumber: Tabloidnova.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved