Program Makan Bergizi Gratis
Kasus MBG di Sulsel: Temuan Ayam Belum Matang hingga Menu Berulat
Di Sulawesi Selatan, muncul sejumlah persoalan dalam penyajian menu MBG, seperti adanya ayam yang belum matang hingga temuan ulat.
TRIBUNNEWS.COM - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) tengah menjadi sorotan lantaran mengakibatkan ribuan siswa mengalami keracunan.
Di Sulawesi Selatan (Sulsel), muncul sejumlah persoalan dalam penyajian menu MBG, seperti adanya ayam yang belum matang hingga temuan ulat, Rabu (1/10/2025).
Lantas, berikut informasi dari kedua kasus yang terjadi di Palopo dan Makassar tersebut:
1. Ayam Belum Matang
Siswa di SMP Negeri 8 Palopo menemukan potongan ayam yang masih berdarah dalam menu yang disajikan di sekolah itu.
Peristiwa tersebut terjadi ketika jam istirahat makan siang.
Salah satu siswa yang bernama Setiawan mengatakan, ayam yang disajikan tampak belum matang sempurna.
“Waktu saya makan ayamnya, saya lihat ada darah di ayamnya, jadi kubuang,” ujarnya, dilansir Tribun-Timur.com.
Menurutnya, hal itu baru pertama kali terjadi selama dua pekan sekolahnya menerima MBG.
“Baru pertama kali. Saya buang karena pernah ka ditanya sama mamaku kalau nda boleh makan ayam yang masih berdarah,” jelasnya.
Pelajar lainnya, yaitu Yoga Lukman menyampaikan temuan serupa.
"Kukira saos itu merah-merah, pas ku makan ternyata darah," ucapnya.
Baca juga: Deretan Kasus Keracunan Massal MBG September 2025, Jawa Tengah hingga Sulawesi Tengah
Yoga yang kaget langsung membuang ayam tersebut.
"Ku buang, ku muntahkan juga," tambahnya.
Temuan itu sontak menjadi perhatian siswa lain. Beberapa dari mereka bahkan enggan melanjutkan makan.
Sebagai informasi, mengonsumsi ayam yang belum matang atau masih berdarah dapat membahayakan kesehatan.
Ayam mentah sering kali mengandung bakteri seperti Salmonella dan Campylobacter yang bisa menyebabkan keracunan makanan.
Oleh karena itu, ayam yang disajikan seharusnya dimasak dengan sempurna hingga bagian dalam daging tidak lagi berwarna merah muda dan tidak mengandung darah.
Terkait temuan ini, Kepala SMPN 8 Palopo Bahrum Satria menyatakan pihaknya akan menyampaikan keluhan siswanya kepada pihak pengelola.
"Kami akan koordinasi dengan pengelola MBG secepatnya. Tidak boleh dibiarkan hal-hal seperti itu, merugikan anak-anak," ucapnya.
2. Ulat di Sayur MBG
Siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 3 Makassar digegerkan saat hendak menyantap menu MBG di sekolah mereka karena ditemukan ulat di salah satu hidangan.
Kejadian berawal saat seorang siswa melihat ulat kecil berwarna putih di sela-sela sayuran yang disajikan bersama nasi.
Merasa panik, siswa itu langsung berhenti makan dan memberitahu teman-temannya.
Peristiwa itu lantas direkam dan dilaporkan ke pihak sekolah.
Salah satu Guru MAN 3 Makassar, Adil, membenarkan insiden tersebut.
Adil menjelaskan, insiden ini hanya terjadi pada satu porsi makanan, sedangkan menu lainnya tetap aman untuk dikonsumsi.

"Iya, benar, tadi memang ada yang konfirmasi ke kami dari anak-anak. Siswa menyampaikan bahwa mereka menemukan ulat di makanan, dalam kondisi mati,” kata Adil kepada Tribun-Timur.com.
Adil mengatakan, sebagian besar makanan lainnya tetap dikonsumsi siswa tanpa masalah.
"Ini baru kejadian pertama. Hari ini kan hari ketiga sekolah dapat (jatah MBG),” ujarnya.
Ketika menemukan ulat, siswa langsung berhenti makan dan melaporkannya kepada guru.
Pihak sekolah sendiri belum mengetahui asal dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang memasok menu tersebut.
"Kalau SPPG-nya, kami juga tidak tahu dari mana, karena sekolah kami di daerah Daya, Biringkanaya," tegasnya.
Pihak sekolah memastikan akan melanjutkan koordinasi dengan pengelola MBG agar kejadian serupa tidak terulang.
"Ini kami baru rencana sampaikan (ke pihak SPPG)," tuturnya.
Lantas, bagaimana sikap pemerintah terhadap berbagai kasus yang muncul dalam pelaksanaan program MBG?
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan, Presiden Prabowo Subianto akan menerbitkan aturan baru berbentuk Peraturan Presiden (Perpres) soal tata kelola MBG.
Perpres tersebut akan ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada pekan ini.
Perpres adalah singkatan dari Peraturan Presiden, yaitu salah satu bentuk peraturan perundang-undangan di Indonesia yang ditetapkan oleh presiden untuk menjalankan ketentuan undang-undang atau menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
"Sampai sekarang ini sedang diselesaikan terkait Perpres tata kelola makan bergizi yang mudah-mudahan minggu ini sudah ditandatangani oleh Bapak Presiden," kata Dadan dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Rabu.
Menurut Dadan, dukungan terhadap tata kelola MBG sangat penting dilakukan.
"Tidak hanya masalah keamanan, sanitasi higiene, penanganan korban, tapi juga kebutuhan rantai pasok yang semakin besar," ujar Dadan.
Dadan menegaskan pihaknya sudah membuat Keputusan Kepala Badan Pangan terkait dengan pemenuhan sertifikasi.
Misalnya, sertifikasi standar keamanan pangan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP).
Saat ini, BGN tengah melakukan proses persiapan untuk menentukan lembaga independen yang mampu melakukan sertifikasi keamanan pangan.
Nantinya, SPPG atau dapur MBG akan berlaku dua sertifikasi, yakni HACCP dan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) dari Kemenkes atau Dinas Kesehatan.
"Setelah kita melakukan rapat koordinasi lintas lembaga, disepakati bahwa puskesmas dan UKS akan lebih banyak dilibatkan di dalam hal mitigasi kesehatan dan menangani darurat," tuturnya.
Jumlah Korban Keracunan MBG
Dadan Hindayana mengungkapkan, sebanyak 6.517 orang mengalami keracunan MBG sejak pertama kali program ini diluncurkan pada Januari 2025.
Menurutnya, data itu dihimpun sejak Januari sampai akhir September 2025.
Dadan menyatakan, kasus keracunan paling banyak terjadi di Pulau Jawa, yaitu sebanyak 45 kasus.
Ia mengatakan, ada tiga wilayah pemantauan MBG, di antaranya wilayah 1 di Pulau Sumatera, wilayah II Pulau Jawa, dan wilayah III untuk Indonesia bagian timur.
"Kalau dilihat dari sebaran kasus, maka kita lihat bahwa di wilayah I itu tercatat ada yang mengalami gangguan pencernaan sejumlah 1.307, wilayah II ini sudah bertambah tidak lagi 4.147 ditambah dengan yang di Garut mungkin 60 orang, wilayah III ada 1.003 orang," kata Dadan dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu.
Dadan menyebut temuan kasus keracunan meningkat di dua bulan terakhir.
Penyebabnya antara lain SPPG yang tidak sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP).
"Seperti contohnya pemilihan bahan baku yang seharusnya H-2 kemudian ada yang membeli H-4, kemudian juga ada yang kita tetapkan processing masak sampai delivery tidak lebih dari 6 jam karena optimalnya di 4 jam seperti di Bandung itu, ada yang masak dari jam 9 dan kemudian di delivery-nya ada yang sampai jam 12 ada yang 12 jam lebih," tuturnya.
Menurutnya, SPPG yang tak sesuai dengan prosedur akan ditindak dan ditutup sementara.
"Jadi dari hal-hal seperti itu kemudian kita berikan tindakan bagi SPPG yang tidak mematuhi SOP dan juga menimbulkan kegaduhan kita tutup sementara, sampai semua proses yang dilakukan dan kemudian mereka juga harus mulai mitigasi," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Deni/Reza)(Tribun-Timur.com/Andi Bunayya Nandini/Erlan Saputra)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.