Senin, 29 September 2025

Pengacara Sebut KPU Tak Bisa Disalahkan Buntut Buron Pembunuhan Anak Dapat SKCK Jadi Anggota DPRD 

Pengacara menyebut KPU tidak perlu sampai kroscek atau memeriksa ulang ke kantor polisi terkait SKCK para calon legislatif yang mendaftar.

Penulis: Rifqah
Kolase Tribunnews.com
BURONAN DAPAT SKCK - Kolase foto SKCK milik La Ode Litao, buronan kasus pembunuhan anak yang jadi Anggota DPRD Wakatobi dan foto La Ode Litao sebagai kader Partai Hanura. Pengacara menyebut KPU tidak perlu sampai kroscek atau memeriksa ulang ke kantor polisi terkait SKCK para calon legislatif yang mendaftar. 

Namun, pada pemanggilan pertama 2 September 2025, Jayadin menyebut Litao telah meminta penangguhan pemeriksaan. 

Saat dikonfirmasi TribunnewsSultra.com, Litao mengaku tidak bisa hadir pemeriksaan karena masih berada di Kabupaten Wakatobi, sehingga belum dapat memberikan pernyataan resmi hingga saat ini.

Jayadin juga memastikan Litao akan kooperatif menghadapi proses hukum ini. 

Dia juga menjelaskan, terkait kasus pembunuhan 11 tahun lalu yang menyeret kliennya itu, diperlukan diskusi bersama Pimpinan, pihak Partai Hanura, hingga kuasa hukum untuk persiapan pembelaan. 

"Yang bersangkutan sebagai Anggota DPRD Wakatobi untuk beberapa hari ini perlu konsultasi kepada Pimpinannya, Partai dan juga kuasa hukumnya untuk persiapan pembelaan," jelasnya. 

Litao bakal dijemput paksa jika tak menghadiri panggilan kedua dari pihak kepolisian nanti.

Hal tersebut disampaikan Kasubdit IV Renakta Direskrimum Polda Sultra, Kompol Indra Asrianto, saat ditemui jurnalis TribunnewsSultra.com.

Kompol Indra Asrianto memastikan proses penyelidikan kasus ini terus berlanjut dan pihaknya kini juga telah memanggil Litao untuk diperiksa di Polda Sultra di Kendari. 

"Kalau tidak hadir (lagi), kami akan terbitkan Surat Perintah Membawa (SPM)," ungkapnya, Rabu (10/9/2025).

SPM adalah surat yang dikeluarkan oleh penyidik untuk membawa paksa saksi atau tersangka yang tidak memenuhi panggilan sebanyak dua kali, sesuai dengan Pasal 112 ayat (2) dan 154 ayat (6) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

Surat ini berfungsi sebagai perintah kepada petugas untuk mendatangkan seseorang yang tidak kooperatif ke hadapan penyidik atau hakim untuk dimintai keterangan. 

(Tribunnews.com/Rifqah) (TribunnewsSultra.com/Desi)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan