Pengakuan Litao Anggota DPRD Wakatobi setelah Pembunuhan 11 Tahun Lalu Diungkit, Sempat Masuk DPO
Litao, anggota DPRD Wakatobi, ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Wiranto (17) usai buron 11 tahun. Keluarga minta Litao segera ditangkap.
TRIBUNNEWS.COM - Litao, anggota DPRD Wakatobi periode 2024–2029, resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan oleh Polda Sulawesi Tenggara pada Agustus 2025.
Penetapan ini menyusul desakan keluarga korban yang selama 11 tahun menuntut kejelasan hukum atas kematian Wiranto (17) yang dianiaya tiga orang.
Peristiwa penganiayaan terjadi pada 25 Oktober 2014 dalam sebuah pesta joget di Lingkungan Topa, Kelurahan Mandati I, Kecamatan Wangiwangi Selatan.
Pada tahun 2015, dua pelaku penganiayaan Rahmat La Dongi dan La Ode Herman divonis 4 tahun 6 bulan penjara.
Sedangkan Litao melarikan diri sehingga masuk daftar pencarian orang (DPO).
Litao kembali ke Wakatobi dan terpilih sebagai anggota DPRD Wakatobi periode 2024-2029.
Litao maju lewat partai Hanura, mewakili Daerah Pemilihan (Dapil) Wakatobi 2, yang meliputi Kecamatan Wangi-Wangi Selatan.
Keluarga korban meminta Litao segera ditangkap setelah penyelidikan kasus diambil alih Polda Sulawesi Tenggara.
Saat ditanya kasusnya diungkit lagi, Litao akan berkoordinasi dengan kuasa hukumnya.
"Saya bicarakan dengan kuasa hukum saya dulu ya," ucapnya.
Ia mengaku tak terganggu dengan penetapan tersangka dan masih menjalani aktivitas sebagai anggota dewan.
Baca juga: Sosok Litao, Anggota DPRD Wakatobi Jadi Tersangka Pembunuhan Setelah DPO 11 Tahun, Ini Kronologisnya
"Iya, lagi berkantor. Itu kasus lama," tuturnya.
Kabid Humas Polda Sulawesi Tenggara, Kombes Pol lis Kristian, membenarkan Litao berstatus tersangka berdasarkan surat penetapan dengan nomor Tap/126/VIII/RES.1.7/2025.
“Iya benar yang bersangkutan telah ditetapkan sebagai tersangka, dan selanjutnya kami akan melakukan pemanggilan. Lalu, akan diproses lebih lanjut sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” katanya, dikutip dari TribunnewsSultra.com.
Sebelumnya, Ketua DPD Hanura Sultra, Wa Ode Nurhayati, menyatkan Litao masih berstatus saksi saat memberikan dokumen Pilkada 2024.
"L tidak terlibat dalam perkara yang dituduhkan. Opini seakan-akan beliau adalah salah satu dari tiga tersangka yang sudah divonis. Padahal tiga nama tersangka tidak ada L," bebernya.
Menurutnya, pencalonan Litao memenuhi syarat dan kasus ini sengaja diviralkan lagi.
"Jangan mencampur adukan kepentingan politik dan persoalan hukum. Memang ada upaya melobi kami dari pihak kuasa hukum agar yang bersangkutan tidak dilantik, hingga nomor dua yang dilantik," terangnya.
Ia menegaskan penegakan hukum tidak dapat diintervensi opini publik.
"Namun kami berdiri pada aturan. Yang terpilih ya dilantik. Sejak awal sebelum yang bersangkutan dilantik," tukasnya.
Baca juga: Viral Video Mesum di Room Karaoke Wakatobi, Terbongkar Sosok Pemerannya, Janda dan Tukang Jahit
Pertanyakan SKCK Litao
Kuasa hukum keluarga korban, La Ode Muhammad Sofyan Nurhasan, mengaku baru mendampingi keluarga korban pada Juni 2024 setelah mendengar Litao dapat maju Pilkada 2024.
"Jadi, setelah mengetahui pelaku telah kembai ke Wanci, sekitar Juni 2024 keluarga korban menghubungi kami (kantor kuasa hukum) dan meminta bantuan terkait perkara tersebut," paparnya.
Sesuai Pasal 78 KUHP, untuk tindak pidana dengan ancaman maksimal 5 tahun, masa kedaluwarsa adalah 12 tahun sehingga kasus Litao masih dapat diproses.
Saat mendatangi Polres Wakatobi, penyidik menyatakan berkas perkara belum ditemukan.
"Kami melayangkan surat ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Krimum) Polda Sultra, terkait penanganan kasus tersebut yang sudah 10 tahun tidak ada perkembangan," tandasnya.
Pihaknya juga menyurati Propam Polda Sulawesi Tenggara lantaran Polres Wakatobi tak bekerja secara profesional.
"Alhamdulillah pihak Polda Sultra merespons dengan baik dan mengambil alih penanganan perkara ini," imbuhnya.
Baca juga: Detik-Detik Pria di Wakatobi Tewas Ditikam Sekali saat Konflik di Desa Tanjung
Setelah ditangani Polda Sulawesi Tenggara, Litao ditetapkan sebagai tersangka sejak Agustus 2025.
Sofyan juga mempertanyakan keputusan Polres Wakatobi mengeluarkan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) untuk Litao maju Pilkada 2024.
SKCK adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh Kepolisian Republik Indonesia sebagai bukti seseorang tidak memiliki catatan kriminal atau pernah terlibat tindak pidana tertentu.
"Kami mempertanyakan hal itu karena status L sebagai DPO pada 11 November 2014 dan belum dicabut sampai sekarang."
"Terus kami juga mempertanyakan kok bisa seorang DPO, polisi bisa terbitkan SKCK-nya. Setahu saya yang bisa kalau dia mantan narapidana, ini pelakunya DPO belum menjalani hukuman," tegasnya.
Menurutnya, keluarga korban hanya meminta Litao ditangkap dan dihukum setimpal.
"Orangtua korban meminta polisi segera menangkap L karena sudah jelas terlibat dalam kasus pembunuhan anak mereka dan saat ini masih bebas berkeliaran," pungkasnya.
Sebagian artikel telah tayang di TribunSultra.com dengan judul Jatuh Bangun Keluarga Korban Pembunuhan di Wakatobi Cari Keadilan, 11 Tahun Menanti Pelaku Tersangka
(Tribunnews.com/Mohay) (TribunSultra.com/Desi)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.