Jumat, 3 Oktober 2025

Zulia Mahendra, Putra Amrozi: Makna Kemerdekaan ke-80 dan Jalan Menuju Kedamaian

Bendera Merah Putih, yang kini dikibarkannya dengan bangga sejak HUT Kemerdekaan ke-72 pada 2017, pernah ia tolak selama belasan tahun

Surya/Zaimul Haq
ZULIA PUTRA AMROZI - Zulia Mahendra (kiri), putra sulung Amrozi pelaku Bom Bali 2002 melatih tinju, Sabtu (16/8/2025). 

TRIBUNNEWS.COM - Pada sore menjelang Hari Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia (RI), 16 Agustus 2025, di Lamongan, Zulia Mahendra, putra sulung Amrozi, pelaku Bom Bali 2002, duduk bercerita tentang perjalanan hidupnya.

Dulu, Mahendra pernah diliputi dendam.

Ketika ayahnya dieksekusi mati pada 2008, dia membentangkan spanduk bertuliskan "Saya Akan Teruskan Perjuangan Abi."

Bendera Merah Putih, yang kini dikibarkannya dengan bangga sejak HUT Kemerdekaan ke-72 pada 2017, pernah ia tolak selama belasan tahun.

Apa yang mengubahnya?

Cerita ini menggambarkan perjalanan seorang pria yang menemukan damai di tengah luka masa lalu.

Hari Kemerdekaan ke-80 dimaknai Mahendra sebagai kebebasan mengatur nasib bangsa dengan adil, bersatu, dan mandiri.

Dengan suara tenang namun penuh makna, ia berkata, "Kebebasan itu soal menciptakan persatuan yang kokoh, tanpa tergantung pada orang lain atau negara lain. Tapi, kita nggak boleh lupa perjuangan para pejuang."

Meski sibuk melatih petinju muda di sekolah tinju yang dirintisnya, Mahendra tetap merayakan momen kemerdekaan dengan sederhana.

"Belum sempat bikin event besar, masih padat jadwal. Jadi, seadanya dulu, bikin perlombaan kampung untuk anak-anak dan warga," ujarnya sambil tersenyum, dalam wawancara eklusif dengan Hanif Manshuri, jurnalis Surya di Lamongan.

Perjalanan Mahendra menuju kedamaian tidak mudah.

Baca juga: Pasca-Penangkapan 2 ASN di Aceh oleh Densus 88, Kemenag Bakal Perkuat Pencegahan Terorisme 

Dulu, kemarahan membakar hatinya.

"Hilangnya nyawa seorang ayah, ditambah lihat bekas tembakan pas mau dimakamkan, itu yang bikin marah," kenangnya.

Ia bahkan pernah meminta pamannya, Ali Fauzi, mantan kombatan, mengajarinya strategi perang dan cara membuat bom.

"Emosi banget waktu itu. Anak kehilangan bapak dieksekusi, gimana nggak marah? Sampai coba belajar bikin petasan segala. Untungnya, nggak diajarin beneran," ceritanya dengan nada yang kini jauh lebih reda.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved