Senin, 6 Oktober 2025

Rumah Budaya Kratonan: Wisata Membaca Sejarah Kota Solo dari Masa ke Masa

Tampak depan Rumah Budaya Kratonan Solo yang dihiasi tanaman-tanaman hijau, Selasa (5/8/2025). (mg/Rohmah Tri Nosita)

|
Penulis: timtribunsolo
(mg/Rohmah Tri Nosita)
RUMAH BUDAYA KRATONAN - Tampak depan Rumah Budaya Kratonan Solo yang dihiasi tanaman-tanaman hijau, Selasa (5/8/2025). (mg/Rohmah Tri Nosita) 

Buku-buku yang ada mayoritas merupakan buku sejarah, kebudayaan, pendidikan, sastra dan politik yang tersusun di rak-rak besi.

Ketika lapar sudah melanda, sudah saatnya mencicipi masakan dan minuman khas nusantara yang tersedia di Kantin Laras.

Tak cukup sampai di sana, pada waktu-waktu tertentu Tribunners dapat mengikuti kelas-kelas budaya di Event Space, seperti karawitan, tari tradisional, pembelajaran bahasa jawa, dan kegiatan lain yang di antaranya tidak dipungut biaya sepeser pun.

Rumah Budaya Kratonan juga menyediakan berbagai macam kegiatan lain seperti workshop Wayang Beber/Kulit, Janur Sulam, Batik, Tulis Aksara, Tulis Lontar, bahkan city tour dengan biaya yang berkisar Rp 100.000 - Rp 200.000.

Sejarah Lahirnya Rumah Budaya Kratonan

Pengunjung menikmati bersantai di Mini Per
RUMAH BUDAYA KRATONAN - Pengunjung menikmati bersantai di Mini Perpustakaan sembari membaca buku. (Mg/Rohmah Tri Nosita)

Muhammad Ivan Saputra, Marketing Manager Rumah Budaya Kratonan mengungkap bangunan ini awalnya milik mantan Menteri Sosial Indonesia Kabinet Djuanda, Muljadi Djojomartono sebelum akhirnya dibeli oleh istri dari Akbar Tandjung, yakni Krisnina Maharani Akbar Tandjung.

“Istri Pak Akbar itu Bu Nina Tandjung karena beliau suka dengan sejarah, hobinya baca-baca dia pengen punya ruangan atau sebelumnya dibangun karena hobi.

Beliau punya ruangan khusus untuk mengabadikan sejarah tersebut,” jelas Ivan ketika ditemui Tribunnews.com pada Selasa (5/8/2025).

Rumah Budaya Kratonan pada akhirnya mulai difungsikan di tahun 2016 berawal dari hobi dan keinginan untuk mengabadikan berbagai peristiwa bersejarah di Kota Solo.

Terus berkembang dari tahun ke tahun, saat ini Rumah Budaya Kratonan berada di bawah Yayasan Warna-Warni Indonesia yang juga merupakan milik Nina Tanjung.

“Di sini di bawahi oleh yayasan. Yayasan itu namanya Yayasan Warna-Warni Indonesia,” ungkap Ivan.

Yayasan Warna-Warni Indonesia (YWWI) merupakan yayasan yang bertujuan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat akan kemajemukan Bangsa Indonesia melalui pendekatan sejarah dengan berbagai kegiatan yang menyenangkan.

Di sini, Rumah Budaya Kratonan dan YWWI mengajak masyarakat untuk memberdayakan kreativitas dan pengetahuan keberagaman budaya setempat untuk
kemajuan sesama.

Sebagai Tempat Sejarah Berkumandang, Budaya Berbicara, dan Masyarakat Berkarya

Area tempat duduk digunakan pengunjung untuk bercengkrama
RUMAH BUDAYA KRATONAN - Area tempat duduk digunakan pengunjung untuk bercengkrama dan menikmati hidangan yang dipesan. (Mg/Rohmah Tri Nosita).

Linear dengan tagline yang diusung, yakni “Tempat Sejarah Berkumandang, Budaya Berbicara, dan Masyarakat Berkarya”, Rumah Budaya Kratonan membawa misi mulia untuk melestarikan sejarah dan budaya khususnya di Kota Solo.

Galeri sejarah menjadi wadah dan akses terbuka bagi masyarakat untuk mengenal seperti apa peristiwa-peristiwa yang terjadi di Kota Solo.

Sementara kelas-kelas budaya yang dilaksanakan di Event Space bagian Bale Panggung menjadi wujud nyata pelestarian budaya serta upaya memberi ruang bagi masyarakat untuk berkarya.

Halaman
123
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved