Dedi Mulyadi Pimpin Jabar
Didemo gegara Larang Study Tour, Dedi Mulyadi Tegas Bedakan dengan Piknik
Usai didemo sopir bus pariwisata, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi tegas bedakan antara makna piknik dengan study tour, Senin (28/2/2025).
Penulis:
Nina Yuniar
Editor:
Febri Prasetyo
Sementara itu, study tour atau tur studi adalah perjalanan untuk bertamasya dan sebagainya atau tur untuk tujuan belajar.
Istilah study tour juga sering dipadankan dengan kata karyawisata yang berarti kunjungan ke suatu objek dalam rangka memperluas pengetahuan dalam hubungan dengan pekerjaan seseorang atau sekelompok orang.
"Nah kalau piknik, enggak sekolah yang menyelenggarakan, saya kan tidak melarang piknik. Setiap orang boleh berpiknik, boleh berwisata silakan, tetapi tidak boleh menggunakan institusi sekolah sebagai alat untuk memobilisasi siswa untuk piknik," terang Dedi Mulyadi.
"Study tour tetap dilaksanakan di dalam kota untuk kepentingan penelitian, sederhana kan. Yang didemokan adalah piknik. Masa misalnya begini, masa study tour yang demonya dari Jogja," tambahnya.
Jeritan Pekerja Pariwisata
Dalam aksi demo pekerja pariwisata di depan Gedung Sate, Bandung pada Senin (21/7/2025) lalu, terungkap kisah pahit yang dialami para sopir bus.
Salah satunya, Jaya Slamet (37), sopir bus pariwisata di Perusahaan Otobus Bukit Jaya, Kuningan, Jabar.
Jaya Slamet mengaku terpaksa bekerja serabutan tak lama setelah Dedi Mulyadi mengeluarkan SE study tour.
Sebelum ada SE tersebut, Jaya Slamet biasa mengantar wisatawan ke berbagai daerah di Indonesia.
“Seminggu bisa tiga kali, sebulan bisa 10 sampai 12 kali jalan antar wisatawan,” ujar Jaya Slamet saat ikut dalam aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (21/7/2025), dilansir TribunJabar.id.
“Saya dibayar per trip, biasanya kalau ke Yogyakarta misalnya, dibayar Rp 500 ribu, kalau satu bulan full masuk, bisa dapat Rp4 jutaan,” katanya.
Namun, sejak Dedi Mulyadi mengeluarkan SE larangan study tour ke luar Jawa Barat, tidak ada lagi trip yang masuk.
“Sekarang, sejak ada surat edaran larangan itu paling Rp1 juta juga tidak sampai. Kebanyakan sekarang nganggur, serabutan saja. Di rumah kalau ada yang nyuruh nyangkul ya nyangkul, kadang jadi sopir truk juga,” ungkap Jaya Slamet.
Dampak dari kebijakan ini, imbuh Jaya Slamet, bukan hanya merugikan perusahaan, melainkan juga sopir.
Hal ini karena bus pariwisata sangat mengandalkan konsumen yang didominasi dari study tour.
Senada, koordinator aksi solidaritas Perkumpulan Pekerja Pariwisata Jawa Barat (P3JB), Herdi Sudardja, juga mengatakan bahwa larangan study tour ini secara langsung berdampak pada pendapatan para pemandu wisata dan pelaku usaha kecil yang bergantung pada kunjungan pelajar.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.